DPR Dukung Kenaikan Gaji dan Tunjangan Hakim se-Indonesia Buntut Ancaman Mogok Kerja Massal
Anggota Komisi III DPR RI, Santoso mendukung permohonan kenaikan gaji dan tunjangan hakim se-Indonesia.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Santoso mendukung permohonan kenaikan gaji dan tunjangan hakim se-Indonesia.
Hal itu seusai para hakim yang kerap disebut sebagai 'Wakil Tuhan' itu mengancam akan mogok kerja massal selama 5 hari.
Menurutnya, sudah menjadi hak para hakim untuk menuntut kenaikan gaji serta tunjangan yang layak.
Apalagi, upah mereka tidak pernah naik lebih dari 12 tahun lamanya.
Baca juga: Pekerja Medis Mogok Kerja Akibat Dokter Muda Dibunuh, Aktivitas Rumah Sakit di India Lumpuh Total
"Bagaimana hukum di Indonesia dapat diterapkan dengan baik jika hakim salah satu pilar penegakan hukum tidak ditunjang dengan gaji serta tunjangan yang memadai untuk biaya hidupnya," kata Santoso saat dikonfirmasi, Jumat (27/9/2024).
Saat ini, kata Santoso, besaran tunjangan hakim memang lebih besar dibandingkan aparat penegak hukum lainnya.
Namun, besaran yang didapat itu merupakan hal yang wajar karena 'Wakil Tuhan' itu bukan bagian dari rumpun eksekutif.
"Karena berbeda rumpun itulah maka tunjangan hakim lebih besar dari penegak hukum lainnya. Jika tunjangan hakim tidak naik sampai lebih dari 12 tahun rasanya pemerintah kurang bijaksana," jelasnya.
Politikus Partai Demokrat itu menyinggung pemerintah harusnya belajar dari era pemerintahan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Saat itu, SBY yang menaikkan tunjangan yang signifikan kepada para hakim se-Indonesia.
"Bukankah kenaikan tunjangan signifikan di era presiden SBY adalah bagian dari upaya agar hakim dalam memutus perkara tidak terpangaruh dari godaan suap yang dilakukan baik oleh para pencari keadilan ataupun para pihak yang berperkara," ungkapnya.
Baca juga: Respons Angkasa Pura soal Aksi Mogok Kerja SPM Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali
Santoso mencurigai carut marut dan penerapan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas merupakan dampak tidak naiknya gaji dan tunjangan hakim selama 12 tahun.
Karena itu, lanjut dia, para hakim mencari tambahan uang dengan menjual belukan pasal-pasal dalam memutuskan suatu perkara.