Nama Soeharto Dihapus Dalam TAP MPR soal KKN, Titiek: Tidak Ada Manusia yang Sempurna
Titiek pun memahami jika ada sebagian masyarakat yang tidak puas dengan dengan kepemimpinan ayahnya tersebut.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anak Presiden RI ke-2, Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto mengaku terharu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mencabut nama ayahnya dari Ketetapan MPR Nomor 11 tahun 1998 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Ucapan terima kasih itu disampaikan Titiek saat silaturahmi kebangsaan pimpinan MPR RI dengan keluarga Soeharto di Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta, Sabtu (28/9/2024).
Baca juga: MPR Usulkan Pemerintah Beri Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto, Bamsoet: Jangan Ada Dendam Sejarah
"Kami mewakili keluarga besar Pak Harto menyampaikan ucapan terimakasih yang sebsesar besarnya dan setinggi-tingginya kepada pimpinan MPR dan seluruh anggota MPR yang telah secara bulat berkecepatan untuk mencabut nama Pak Harto mantan presiden RI kedua dari ketetapan MPR," kata Titiek dalam sambutannya.
Titiek mengakui Soeharto bukanlah manusia yang sempurna. Titiek pun memahami jika ada sebagian masyarakat yang tidak puas dengan dengan kepemimpinan ayahnya tersebut.
"Tidak ada manusia yang sempurna. Pasti yang sempurna hanya Allah semata. Jadi pasti bapak dalam perjalanan beliau memimpin bangsa ini ada hal-hal yang tidak berkenan di hati masyarakat. Untuk itu kami maaf yang sebesar-besarnya," jelasnya.
Baca juga: Soeharto Lalu Prabowo: Komandan Pasukan Sebagai Pemimpin Bangsa
Lebih lanjut, Politikus Gerindra itu pun meminta masyarakat tidak bisa melupakan begitu saja apa yang sudah dilakukan Soeharto dalam 32 tahun memimpin bangsa.
Ia pun mengungkit bahwa Soeharto diklaim mampu menurunkan inflasi yang mencapai ratusan persen saat kepimpinannya menjadi Presiden RI. Bahkan dalam beberapa tahun, inflasi itu terjaga menjadi satu digit saja.
"Kemudian penghargaan-penghargaan yang diterima oleh beliau, oleh bangsa ini dari lembaga-lembaga internasional kita bisa dari negeri impor beras terbesar menjadi swasembada. Semua itu diakui oleh internasional. Untuk itu dan banyak lagi hal hal yang lainnya, mohon itu juga tidak dilupakan oleh para pimpinan pendiri bangsa dan juga masyarakat indonesia," ungkapnya.
Titiek pun berharap kebijakan-kebijakan yang baik dalam era Soeharto juga dapat dilanjutkan oleh pemerintah. Di antaranya, Garis Besar Haluan Negara (GBHN), posyandu, pos daya, SD Inpres hingga pembangunan 999 masjid di seluruh Indonesia.
"Jadi untuk ke depan tidak perlu buang-buang waktu untuk untuk trial and error peraturan-peraturan atau bikin program baru. Yang lama saja kita contek, kita lihat dengan keinginannya kita perbaiki sesuai dengan apa yang diperlukan sekarang," pungkasnya.
MPR Hapus Nama Soeharto dalam TAP MPR 11/1998 terkait KKN
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menyerahkan dokumen penghapusan nama Presiden ke-2 RI, Soeharto dalam Ketetapan MPR Nomor 11 tahun 1998 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Dokumen tersebut diserahkan kepada keluarga Soeharto yang diwakili oleh kedua putri Soeharto. Mereka adalah Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soehato dan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.
"Kami pimpinan MPR akan menyerahkan sebuah dokumen kepada perwakilan keluarga besar mantan Presiden Suharto sebagai bentuk pelaksanaan tugas konstitusional kami untuk merespons dan menindaklanjuti surat dari Fraksi Partai Golkar Nomor 2 Tahun 2024 yang diajukan kepada kami pimpinan MPR," kata Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet di Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta, Sabtu (28/9/2024).
Dalam dokumen itu, kata Bamsoet, ketetapan MPR yang menyebutkan secara eksplisit nama Soeharto dinyatakan sudah dilaksanakan tanpa mencabut Ketetapan MPR nomor 11 tahun 1998. Dengan begitu, ada kepastian hukum kepada Soeharto.
Baca juga: MPR Usulkan Pemerintah Beri Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto, Bamsoet: Jangan Ada Dendam Sejarah
"Dalam prosesnya dari serangkaian fakta hukum yang mengemuka, pada akhirnya bermuara pada hadirnya kepastian hukum bagi mantan Presiden Soeharto," katanya.
Apalagi, Bamsoet mengungkapkan saat ini sudah adanya penerbitan surat ketetapan perintah penghentian penuntutan atau SKP3 pada tahun 2006 oleh Kejaksaan Agung RI.
Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 140 Ayat 1 KUHP dan terbitnya Mahkamah Agung Nomor 140 PK/PDT.2015. Selain itu, Soeharto kini juga sudah berpulang pada 27 Januari 2008.
"Jadi sudah dilaksanakan, dendam apalagi harus kita pertahankan. Kita adalah bukan bangsa pendendam," jelasnya.
"Dengan mempertimbangkan berbagai fakta hukum diatas maka kami bersepakat terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998, secara diri pribadi Bapak Haji Muhammad Suharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan," sambungnya.
Informasi saja, Ketetapan MPR Nomor 11 tahun 1998 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) memang sempat menyinggung secara eksplisit nama Soeharto.
Dalam pasal 4 TAP MPR 11/1998 itu, berbunyi bahwa upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga.
Yakni, pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak, asasi manusia.