Bamsoet: Gus Dur Adalah Bapak Pluralisme, Punya Legacy Keberpihakan Kepada Kaum Minoritas
Bamsoet mengatakan Indonesia pernah memiliki seorang pemimpin yang mempunyai ikon kesetaraan dan menjunjung tinggi nilai toleransi.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengatakan Indonesia pernah memiliki seorang pemimpin yang mempunyai ikon kesetaraan dan menjunjung tinggi nilai toleransi.
Adapun sosok yang dimaksud adalah Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Bamsoet menyebut, Gus Dur merupakan satu pemimpin yang sangat mengedepankan sifat kemanusiaan.
"Gus Dur adalah ikon kesetaraan yang begitu menjunjung tinggi toleransi. Mengedepankan sikap intuitis atau merangkul semua kalangan dan menempatkan manusia pada kemanusiaannya," kata Bamsoet dalam acara Silaturahmi Kebangsaan MPR RI bersama Keluarga Gus Dur, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (29/9/2024).
Bahkan kata Bamsoet, komitmen Gus Dur untuk menyeimbangkan harmoni sosial di tengah pluralitas Indonesia tidak bisa lagi diragukan.
Atas hal itu, bukan tidak mungkin kata Bamsoet, banyak penilaian positif yang disematkan pihak lain kepada diri Gus Dur.
Baca juga: Sinta Nuriyah: Buku-buku Terkait Penurunan Gus Dur Dengan TAP MPR Harus Ditarik dan Direvisi
"Namun yang paling menonjol dan yang menjadi legacy besar bagi bangsa kita, bangsa Indonesia adalah keberpihakannya (Gus Dur) pada kelompok minoritas," ujar dia.
Politikus Partai Golkar itu lantas menyinggung soal julukan masing-masing para Presiden RI yang pernah menjabat.
Kata dia, slogan atau julukan yang tepat untuk Gus Dur atas sifat kemanusiaannya itu yakni disebut Bapak Pluralisme.
"Jika Presiden Soekarno kita kenal sebagai Bapak Proklamator. Presiden Soeharto, Bapak Pembangunan. Presiden Habibie, Bapak Teknologi. Presiden Megawati, Ibu Penegak Konstitusi. Presiden SBY, Bapak Perdamaian. Dan Presiden Jokowi, Bapak Infrastruktur. Maka Gus Dur adalah Bapak Pluralisme," ujar dia.
Baca juga: Didampingi Bamsoet, Istri hingga Anak Gus Dur Hadiri Agenda Silaturahmi Kebangsaan MPR RI
Lebih jauh, Bamsoet menyatakan, keberpihakan Gus Dur pada pluralisme tidak terlepas dari keinginannya dalam menegakkan supremasi demokrasi yang berbasis pada kemanusiaan dan keadilan sosial.
Gus Dur lantas kata Bamsoet memiliki penilaian kalau proses demokrasi yang benar adalah harus senada dengan penghormatan terhadap nilai kemanusiaan untuk mewujudkan rasa keadilan.
"Bagi Gus Dur, memajukan demokrasi haruslah dalam satu tarikan nafas dengan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan atau humanisme dan perjuangan untuk mewujudkan rasa keadilan di tengah-tengah kehidupan masyarakat," ucap dia.
Berkaca dari latar belakang tersebut, Bamsoet lantas meminta agar pemerintah saat ini dan yang akan datang untuk mempertimbangkan memberikan anugerah kepada Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional.
Permintaan Bamsoet itu juga didasari pada keputusan MPR RI yang mencabut TAP MPR RI Nomor II tahun 2001 terkait kedudukan hukum Gus Dur yang tidak berlaku lagi.
"Saudara sekalian yang saya muliakan, sampai titik ini rasanya kita dapat bersepakat. Begitu besar jasa-jasa Gus Dur dalam memperjuangkan nilai-nilai toleransi, demokrasi, dan keadilan sosial," kata Bamsoet.
Atas hal tersebut, Bamsoet secara tegas menyatakan, sudah sejatinya pemerintah menetapkan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional.
"Dengan adanya penegasan surat dari pimpinan MPR yang didukung oleh pandangan umum fraksi fraksi dan kelompok DPD pada sidang akhir masa jabatan MPR yang lalu, telah ada ketegasan bahwa TAP MPR No. II/ MPR 2001 tentang pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Kiai Haji, Abdurrahman Wahid, saat ini kedudukan hukumnya tidak berlaku lagi."
"Oleh karenanya, tidak berlebihan sekiranya mantan Presiden Kiai Haji, Abdurrahman Wahid, dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintahan hari ini maupun yang akan mendatang untuk mendapatkan sekali lagi Anugerah Gelar Pahlawan Nasional," kata Bamsoet.
Permintaan Bamsoet itu juga didasari atas peraturan perundang-undangan yang berlandaskan pada pengabdian Gus Dur terhadap bangsa Indonesia.
"Sesuai dengan peraturan perundangan serta selaras dengan martabat kemanusiaan, jasa-jasa, dan pengabdiannya pada bangsa dan negara," kata dia.