Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengakuan Staf Pembelian Alat Kantor Disuruh Bos PT RBT Beli Bijih Timah, Kasak-kusuk di Warung Kopi

Seorang staf penjualan peralatan kantor mengaku diperintah Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta untuk mencari kolektor bijih timah.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pengakuan Staf Pembelian Alat Kantor Disuruh Bos PT RBT Beli Bijih Timah, Kasak-kusuk di Warung Kopi
Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan
Sidang lanjutan kasus korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis Cs di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (30/9/2024) 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Purchasing (pembelian) Peralatan Kantor PT Fortuna Tunas Mulia, Peter Cianata mengaku diperintah Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta untuk mencari kolektor bijih timah.

Hal itu diungkapkan Peter saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pengelolaan timah dengan terdakwa Harvey Moeis, Direktur PT RBT Suparta, dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Ardiansyah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/9/2024).

Mulanya Hakim Ketua Eko Aryanto bertanya kepada Peter kenapa dirinya bisa diperiksa penyidik Kejaksaan Agung dalam perkara yang membelit Harvey Moeis Cs.

"Saksi waktu diperiksa penyidik mengenai masalah apa?" tanya Hakim.

"Kasus PT Timah," kata Peter.

"Mengetahui apa?" tanya Hakim.

Berita Rekomendasi

"Untuk masalah pembelian timahnya," jawab Peter.

Setelah itu, Hakim mendalami mengenai latar belakang pekerjaan daripada Peter Cianata.

Baca juga: Saksi Ungkap Kedekatan Eks Dirkeu PT Timah dengan Buronan Tetian Wahyudi

Mendapat pertanyaan itu, Peter mengaku dirinya sebenarnya bekerja sebagai Purchasing jual beli alat kantor di PT Fortuna Tunas Mulia.

Akan tetapi dalam perjalanan kasus ini, Peter mengaku dirinya tercatat sebagai pembeli bijih timah.

"Memang saudara membeli?" tanya Hakim.

"Iya," kata Peter.

"Saudara beli timah atas nama siapa?" tanya Hakim.

"Di PT Timah atas nama saya," kata Peter.

Baca juga: Hakim Geram Eks Dirut PT Timah Mengaku Tak Tahu Harvey Moeis Bos PT RBT: Saudara Jangan Begitu

Saat itu Hakim pun merasa heran perihal kaitan pekerjaan Peter yang seorang staf jual beli alat kantor dengan pembelian bijih timah.

Kemudian Peter menyebut dirinya saat itu membeli bijih-bijih timah atas perintah dari Dirut PT RBT Suparta.

"Jadi dulu saya memang kerja pembelian alat-alat kantor. Cuma dapat perintah dari Pak Suparta," kata Peter.

"Dapat perintah dari Pak Suparta? Pak Suparta jadi Dirut dimana?" tanya Hakim.

"Di RBT Yang Mulia," ucap Peter.

"Coba jelaskan, saudara kan di bagian purchasing PT Fortuna perusahaan tambang, sekarang saudara menerima perintah dari Pak Suparta Dirut PT RBT, coba jelaskan?" kata Hakim.

Merasa dicecar Hakim, akhirnya Peter pun menyebut bahwa selama ini PT FTM merupakan perusahaan dibawah PT RBT.

Hal itu lantaran dalam praktik penambangan, PT FTM kata Peter perusahaannya itu beroperasi di wilayah Izin Usaha Penambangan (IUP) milik PT RBT.

"FTM itu di bawahnya PT RBT?" tanya Hakim.

"Iya untuk IUP-nya,"kata Peter.

"Jadi saudara membeli timah itu diperintah ya?" tanya Hakim.

"Iya," ucap Peter.

"Pembeliannya di tahun berapa?" tanya Hakim

"2018 akhir," jawab Peter.

Kemudian Peter menyebut sebelum membeli bijih, ia akan terlebih dahulu mencari para kolektor yang mengoleksi bijih timah.

Peter pun mengakui dirinya mencari kolektor bijih timah itu sampai harus singgah ke warung kopi.

Menurutnya di warung kopi tersebut merupakan tempat berkumpul para kolektor hingga para penambang.

"Ini ada berita acara pengambilan sisa olahan, kemudian ada surat pernyataan, saudara yang tanda tangan di sini ya surat pernyataan 'bahwa benar saya telah melakukan pengambilan bijih timah di PT Timah Tbk', ini?" tanya Hakim.

"Iya," kata Peter.

"Jadi punya PT Timah Tbk IUPnya?" tanya Hakim.

"Kalau DU-nya dari PT Timah karena saya disuruh cari kolektor itu, kalau di Belitung kan semua kolektor orang PT Timah rata-rata ada di warung kopi," kata Peter.

"Oh di warung kopi, untuk apa?" tanya Hakim heran.

"Biasanya memang tempat-tempat tongkrongan kolektor sama penambang,"jawab Peter.

Setelah menemukan kolektor-kolektor tersebut, lalu Peter menyebut akan meminta uang pembelian bijih kepada Suparta.

Adapun saat itu Suparta kata Peter total mengeluarkan uang pribadinya untuk pembelian bijih timah sebesar Rp 5 miliar.

"Awalnya saya cari dulu, kebetulan kolektor ini mereka harus dibayar dulu jadi mau tidak mau saya minta ke Pak Suparta, Pak Suparta suruh saya ke kantor ambil uangnya," kata Peter.

"Berapa kali saudara terima?" tanya Hakim.

"Kalau berapa kali lupa, kurang lebih sekitar Rp 1 miliar, totalnya Rp 5 miliar," kata Peter.

"Tetapi itu dalam waktu?" tanya Hakim.

"September, Oktober, November, Desember," ucap Peter.

Sebagai informasi, Harvey Moeis dalam perkara ini secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.

Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.

Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terkait perkara ini, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. 

Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas