Waspada Potensi Hoaks, Dakwah di Era Digital Perlu Lebih Menyejukkan dan Jaga Kemajemukan
Menurut mantan anggota DPR Bambang Sadono, teknologi digital lebih praktis, cepat, murah, serta efektif dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Teknologi digital saat ini makin luas digunakan masyarakat untuk berbagai keperluan termasuk untuk mendukung aktivitas ekonomi hingga untuk menopang kegiatan dakwah.
Mengutip data dari We Are Social dan Kepios pada 2022, sebanyak 80,1 persen penduduk Indonesia menggunakan internet untuk mencari informasi dan dapat menghabiskan waktu delapan jam 36 menit dalam satu hari menggunakan internet.
Menurut mantan anggota DPR Bambang Sadono, teknologi digital lebih praktis, cepat, murah, serta efektif dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah.
Namun fungsi media digital itu sendiri harus dimanfaatkan untuk hal positif, seperti menyampaikan informasi, media komunikasi, pendidikan, kontrol, serta jadi media dakwah.
"Saat ini dakwah digital juga menjadi terintegrasi, dengan penggunaan platform media sosial seperti Facebook, YouTube, Instagram hingga TikTok dengan konten menarik, penting, dan harus akurat bisa dipertanggungjawabkan," sebut Bambang Sadono di acara diskusi bertajuk "Jaga Persatuan dengan Dakwah yang Menyejukkan di Era Digital" yang diselenggarakan Kementerian Kominfo di Sragen, Jawa Tengah, Sabtu (7/9/2024).
Bambang Sadono mengingatkan bahwa media digital juga punya kelemahan, karena rawan terhadap beredarnya hoaks, rawan konflik, penipuan, tindakan asusila, dan lain-lain.
Sementara pesan keagamaan di media digital bisa disampaikan secara personal, kelompok, lintas kelompok, dan karena disampaikan kepada publik harus tetap menjaga kemajemukan dengan toleransi, saling menghargai perbedaan, serta tidak memaksakan kehendak agar menghindari konflik.
"Dengan memperhatikan hal tersebut, indikator keberhasilan dakwah digital pun dapat dilihat dari jumlah interaksi, perubahan persepsi, serta memberi pengaruh positif," ujar Bambang.
Di kesempatan yang sama, digital campaign specialist Afif Mas'udi Ihwan mengungkapkan bahwa konten dakwah harus dikemas secara menarik. Hal ini bisa dilakukan dengan pemberian format dan visual yang menarik, bahasanya harus mudah dipahami, serta memberikan cerita yang inspiratif.
Dalam dakwah digital ia juga mengingatkan tentang poin-poin yang harus diperhatikan seperti tujuan dakwah untuk menunjukkan kedamaian dalam Islam dan menghindari kontroversi atau debat, termasuk mengandung ujaran kebencian.
"Dakwah itu penting, tapi yang harus dihindari dari dakwah adalah merasa dirinya paling benar, paling suci, dan paling bertakwa, juga hanya sibuk mencari kesalahan orang lain," ungkap Afif.
Influencer dakwah Hammad Rosyadi menambahkan, menjaga toleransi di ranah digital sangat penting dengan tantangan yang harus dihadapi seperti buzzer dan akun penebar kebencian dan permusuhan.
"Sebagai pengguna media digital yang cerdas, kita tidak boleh tergesa-gesa dalam menerima kabar atau informasi," katanya.
Baca juga: Inggris Kecam Rusia, Sebut Tuduhan Mata-Mata yang Dilontarkan Putin Hoaks dan Tak Berdasar
Selain itu ada peran penyuluh dan tokoh masyarakat agar mengimbau masyarakat untuk meninggalkan penebar kebencian. Para tokoh juga bisa memberikan cara merespons ketika masyarakat dihadapkan pada informasi atau menyampaikan kabar ke orang lain melalui media digital.