IAC Ajukan Banding Paten untuk Obat HIV Lenacapavir, Harapkan Obat Jadi Terjangkau
Paten ini penting untuk memastikan akses ke pengobatan yang optimal bagi Orang dengan HIV (ODHIV), termasuk melalui produksi generik lokal.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Organisasi berbasis komunitas yang bekerja di isu HIV, Indonesia AIDS Coalition (IAC) mengajukan banding ke Komisi Banding Paten Kementerian Hukum dan HAM RI, untuk membatalkan paten yang diberikan kepada Gilead Sciences, sebuah perusahaan farmasi multinasional, untuk obat HIV Lenacapavir.
Direktur Eksekutif IAC Aditya Wardhana mengatakan, langkah ini diambil untuk memastikan akses terjangkau bagi ODHIV di Indonesia.
Paten ini penting untuk memastikan akses ke pengobatan yang optimal bagi Orang dengan HIV (ODHIV), termasuk melalui produksi generik lokal, juga untuk keberlanjutan dari program HIV-AIDS nasional di Indonesia.
“Pengumuman dari Gilead mengenai lisensi sukarela yang diberikan kepada enam perusahaan untuk memproduksi Lenacapavir versi generik masih belum cukup untuk memastikan akses yang memadai,” kata Aditya dalam keteranganya di Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Lenacapavir adalah obat antiretroviral (ARV) long-acting yang diproduksi oleh perusahaan farmasi Amerika Serikat, Gilead Sciences.
Long-acting berarti jenis ARV ini tidak perlu diminum setiap hari, yang mana Lenacapavir diberikan dalam bentuk dua kali suntikan per tahun.
“Akses pada pengobatan adalah kunci, dan Lenacapavir, sebagaimana yang disampaikan oleh UNAIDS, memiliki potensi untuk membantu mengakhiri epidemi AIDS,” ungkap dia.
Sementara itu, Peneliti Senior Indonesia for Global Justice (IGJ) Lutfiyah Hanim menyoroti bahwa perusahaan farmasi besar seringkali mengajukan beberapa paten untuk komponen yang sama.
Paten Lenacapavir berakhir pada tahun 2034 di Indonesia, tetapi jika paten sekunder disetujui, monopoli akan diperpanjang hingga 2037.
“Karena itu, upaya banding paten yang dilakukan oleh komunitas HIV ini menjadi penting untuk menghentikan monopoli,” jelas Hanim.
Di Indonesia, Gilead telah mengajukan empat paten untuk Lenacapavir, dua di antaranya telah diberikan.
Saat ini, Lenacapavir dijual dengan harga $42.250 per orang per tahun (PPY), atau sekitar 640 juta rupiah. Harga yang sangat mahal ini membuat Lenacapavir tidak terjangkau bagi jutaan ODHIV di dunia, termasuk Indonesia.
Kini program HIV-AIDS nasional, yang mencakup 503.261 ODHIV, disubsidi penuh oleh Pemerintah Indonesia. Namun, pemerintah tidak dapat mengakomodir pengadaan ARV dengan harga yang mencapai ratusan juta per orang.
Konsumsi obat ARV secara rutin amat penting bagi ODHIV, tidak hanya untuk menjaga kesehatan mereka tetapi juga untuk mencgah penularan.