Jelang HUT ke-79 TNI, Pengamat Militer Bicara Mengenai Dwifungsi ABRI Hingga Pengadaan Alutsista
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati memberikan catatan jelang peringatan HUT ke-79 TNI, 5 Oktober 2024.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati memberikan catatan jelang peringatan HUT ke-79 TNI, 5 Oktober 2024.
Ia menyoroti mengenai Revisi Undang Undang (RUU) TNI, Pembebasan Pilot Susi Air hingga pengadaan Alutsista.
RUU TNI dinilai membuka peluang prajurit aktif dapat menduduki jabatan di kementerian dan lembaga negara. Hal itu dikhawatirkan akan mengembalikan semangat dwifungsi.
Susaningtyas mengatakan, penugasan prajurit TNI dan Polri di lingkungan Kementerian dan Lembaga sejalan dengan permintaan kebutuhan untuk memanfaatkan semua SDM atau warga negara.
Berbeda dengan Dwi Fungsi ABRI yang bertujuan menduduki jabatan politik untuk melanggengkan tampuk kekuasaan.
"Penugasan Prajurit TNI dan Polri di berbagai instansi pemerintah justru menunjukkan tidak ada dikotomi dalam pembangunan nasional," kata Susaningtyas kepada wartawan, Jumat (4/10/2024).
Pilot Susi Air
Dalam kesempatan ini, wanita yang akrab disapa Nuning itu turut menyoroti terkait dengan pembebasan pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens oleh KKB. Ia berpendapat bahwa dilepaskannya pilot oleh KKB sudah bagus tetapi jangan hanya berhenti sampai pembebasan saja.
"Pilot tersebut juga harus diwawancara pihak berwajib adakah dia juga mendengar rencana KKB ke depan setelah melepas sang pilot. Ini penting untuk pendataan intelijen berikut pemetaannya," tuturnya.
Pengadaan Alutsista
Wanita yang pernah menjadi Anggota Komisi I DPR ini lalu berbicara mengenai anggaran alat utama sistem senjata (Alutsista). Menurutnya, penganggaran Alutsista harus memerhatikan hal-hal berikut:
Berdasarkan Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), maka pola operasi militer TNI baik pada masa damai maupun masa perang menggunakan paradigma Defensif-Aktif. Artinya, pola operasi tidak ditujukan untuk tujuan menyerang negara lain tapi ditujukan untuk bertahan dari serangan negara manapun.
"Meskipun demikian, pola operasi pertahanan tidak bersifat pasif, melainkan harus aktif," katanya.
Dikatakannya, meskipun proses pemilihan dan pengadaan Alutsista tersebut sudah menggunakan mekanisme yang benar, tetapi negara lain sebagai produsen Alutsista juga tidak selalu bisa menjual produk Alutsista yang kita butuhkan.
"Beberapa kali proses pemilihan dan pengadaan Alutsista menginginkan produk yang betul-betul baru tetapi kenyataan yang ada ternyata hanya tersedia produk bekas. Produk Alutsista yang baru memiliki harga yang sangat mahal dan proses konstruksi bisa 4 sampai 5 tahun," terangnya.
Masih kata Nuning, itulah mengapa kita terpaksa membeli Alutsista bekas. Tuntutan waktu dan alokasi anggaran acapkali lebih menonjol dibandingkan mutu Alutsista.
Oleh karenanya kita harus mampu membeli Alutsista yang kita butuhkan sesuai dengan kemampuan anggaran dan ketersediaan dari negara produsen.
Baca juga: 35 Link Twibbon HUT Ke-79 TNI 5 Oktober 2024, Dilengkapi dengan Cara Mudah Unggah di Media Sosial
"Pada akhirnya kemandirian produksi Alutsista merupakan elemen vital dalam mencapai efektifitas Sishankamrata. Dibutuhkan Riset yang berkelanjutan untuk inovasi produk Alutsista di masa mendatang," ucapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.