Sejumlah Akademisi Bedah Kasus Mardani Maming: Putusan Hakim Harus Menjaga Keadilan dan Kebenaran
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, menilai kasus ini dipenuhi dengan kekeliruan
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para akademisi dari berbagai kampus di Indonesia menyoroti kasus korupsi yang menyeret Mardani Maming dalam acara Bedah Buku Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim dalam Menangani Perkara Mardani H. Maming.
Acara ini diselenggarakan oleh Centre for Leadership and Law Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Sabtu (4/10/2024).
Diketahui, Mardani Maming merupakan mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang dipidana dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta atas gratifikasi senilai Rp118 miliar dari almarhum Henry Soetio, mantan Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Wakil Rektor UII, Rohidin menyatakan bahwa hakim seharusnya bertindak bijak dan memberikan putusan berdasarkan pertimbangan kualitatif serta berlandaskan kemanusiaan dan keadilan.
"Kesalahan dalam putusan dapat terjadi, namun hakim harus mampu menjaga keadilan dan kebenaran," kata Rohidin.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, menilai kasus ini dipenuhi dengan kekeliruan.
Baca juga: Pakar Hukum Minta KY Pastikan Hakim yang Tangani Peninjauan Kembali Mardani Maming Independen
“Terdapat delapan kekeliruan, bahkan saya melihat ini sudah masuk kategori kesesatan dalam penerapan hukum," ujarnya.
Romli menambahkan bahwa penuntutan kasus ini dipaksakan, dengan penggunaan pasal-pasal yang tidak tepat.
Senada dengan Romli, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Topo Santoso, menilai eksaminasi dari para ahli hukum penting dilakukan.
"Putusan hakim tidak terlepas dari kemungkinan kekeliruan, dan eksaminasi kritis seperti ini penting agar menjadi pembelajaran bagi penegak hukum," jelas Topo.
Kekritisan yang sampaikan itu hendaknya kemudian menjadi perhatian bagi para penegak hukum.
Tidak terkecuali para hakim di dalam peradilan.
"Sama seperti alasan kasasi misalnya, yaitu penerapan hukum yang keliru, itu selalu mungkin terjadi. Maka kekritisan upaya untuk misal mengeksaminasi, menganotasi, memberikan catatan kritis itu harus diterima oleh kalangan peradilan," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.