DPR Siap Gelar Audiensi Sikapi Aksi Cuti Massal Hakim: Kami Akan Undang Mereka Untuk Cari Solusi
Anggota DPR RI, Habiburokhman, memastikan pihaknya akan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para hakim.
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI, Habiburokhman, memastikan pihaknya akan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para hakim.
Diketahui ribuan hakim se-Indonesia melakukan aksi cuti massal menuntut soal kesejahteraan.
"Saya sudah diperintah Wakil Ketua DPR terpilih saat ini, Pak Dasco Ahmad untuk berkomunikasi dengan Solidaritas Hakim Indonesia yang menuntut peningkatan kesejahteraan pada tanggal 7 dan 8, kami akan menggelar pertemuan audiensi RDPU dengan para hakim yang menuntut kesejahteraan tersebut," kata Habiburokhman kepada wartawan, Senin (7/10/2024).
Nasib hakim, dikatakan Habiburokhman, sangat memprihatinkan.
Karena itu, dia memastikan pihaknya berkomitmen untuk menyejahterakan hakim.
"Kami berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan, hakim itu juga kan di visi misinya Prabowo kami akan mengundang mereka untuk sama-sama mencari solusi," ujarnya.
Baca juga: Hakim Eko Aryanto Tunda Sidang Korupsi Timah: Mohon Dukungannya, Teman-teman Kami Sedang Berjuang
Sebagai informasi, ribuan hakim se-Indonesia mogok kerja dengan melakukan cuti bersama mulai 7 hingga 11 Oktober 2024 atau selama lima hari.
Tindakan tersebut sebagai bentuk protes kepada pemerintah yang tidak kunjung menaikkan gaji dan tunjangan hakim 12 tahun terakhir.
Lantas, berapa gaji dan tunjangan hakim yang selama ini diterima para hakim.
Adapun aturan mengenai upah hakim itu diatur dalam PP Nomor 94 Tahun 2012.
Dalam aturan itu, gaji yang diterima para hakim di Indonesia beragam tergantung jenjang karier dan masa jabatan.
Hakim Golongan III A dengan masa jabatan 0 tahun mendapatkan gaji paling rendah, yaitu Rp 2.064.100 per bulan.
Baca juga: PN Jakarta Pusat Bakal Tunda Sejumlah Sidang, Dukung Aksi Cuti Massal Hakim Se-Indonesia
Sementara itu, paling besar hakim Golongan III dengan gaji mencapai Rp 4 juta dengan catatan masa pengabdian selama 30 tahun.
Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid mengatakan 1.326 hakim akan ikut aksi mogok massal.
Angka tersebut sesuai dengan data yang terkumpul hingga 27 September 2024 pukul 22.00 WIB.
"1.326 hakim telah bergabung dalam gerakan ini. Lebih dari 70 persen di antaranya menyatakan akan hadir langsung di Jakarta dengan biaya pribadi sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dinilai lambat dalam menanggapi tuntutan hakim," kata Fauzan Arrasyid dalam pernyataannya, Sabtu (28/9).
Fauzan menyebut ada empat isu krusial perjuangan Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia.
Pertama mengenai pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2018 terhadap PP 94 Tahun 2012.
Sebuah langkah yang selama ini diabaikan oleh pemerintah, padahal memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan hakim.
Selanjutnya mengenai pengesahan RUU Jabatan hakim yang dianggap menjadi sebuah undang-undang yang akan menjamin kemandirian dan martabat hakim sebagai pilar utama peradilan.
Ketiga, Peraturan Perlindungan Jaminan Keamanan bagi hakim. Hakim yang menjalankan tugas negara berhak mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan agar dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa takut atau ancaman.
Keempat, pengesahan RUU Contempt of Court. Sebuah upaya untuk menjaga kewibawaan peradilan dan memberikan perlindungan terhadap proses peradilan dari segala bentuk intervensi dan penghinaan.
Aksi cuti bersama ini lanjutnya juga bukanlah pilihan yang diambil dengan tergesa-gesa.
Sejak 2019, para hakim melalui organisasi profesinya, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) telah berjuang dengan sabar dan gigih untuk mendorong perubahan terhadap PP 94 Tahun 2012.
Berbagai upaya resmi dan formal telah ditempuh dengan harapan agar pemerintah memberikan perhatian yang serius dan langkah nyata terhadap tuntutan tersebut.
Kata Fauzan, aksi cuti bersama pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024 adalah sebuah langkah terakhir atau ultimum remedium yang diambil dengan tekad bulat dan keberanian tinggi oleh para hakim di seluruh penjuru negeri.
"Hingga hari ini, perjuangan itu belum mendapatkan tanggapan yang sepadan dari pemerintah. Oleh karena itu, dengan berat hati namun penuh keyakinan, aksi cuti bersama ini menjadi pilihan terakhir demi memperjuangkan martabat dan kesejahteraan hakim di Indonesia," ujar Fauzan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.