Pakar Hukum Pidana UBK Beri Penjelasan Soal Eksaminasi Terhadap Putusan Pengadilan
Eksaminasi putusan adalah pengujian atau penilaian dari sebuah putusan Hakim apakah pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah sesuai prinsip hukum.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Center for Local and Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan eksaminasi kasasi atas perkara yang menjerat mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming.
Ada 10 eksaminator yang hadir dan memberikan catatan. Di antaranya Hanafi Amrani, Ridwan, Mudzakkir Eva Achjani Zulfa, Mahrus Ali, Karina Dwi Nugrahati Putri, Ratna Hartanto, Ridwan Khairandy, Arif Setiawan, dan Nurjihad.
Anotasi dari para pakar itu dituangkan dalam sebuah karya buku berjudul "Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim Dalam Menangani Perkara Mardani H Maming'".
Apa itu eksaminasi?
Eksaminasi putusan adalah pengujian atau penilaian dari sebuah putusan Hakim apakah pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum.
Apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.
Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf mengatakan eksaminasi dapat dilakukan saat putusan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau saat perkara masih jalan.
"Eksaminasi bisa dilakukan apabila proses peradilan dianggap sesat atau ada prosedur yang tidak sesuai," kata dia pada Selasa (8/10/2024).
Melihat eksaminasi para pakar hukum itu diajukan di tengah upaya Mardani Maming mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung, menurut dia, eksaminasi itu berpotensi menganggu majelis hakim.
“Di pengadilan pertama, banding dan kasasi selanjutnya melakukan eksaminasi saat proses PK berlangsung,” ujarnya.
Untuk menangani eksaminasi, dia optimistis hakim akan bersikap independen.
"Saya yakin hakim profesional dapat mengatasi itu semua,” kata dia.
Kasus Mardani Maming
Adapun dalam perkara ini, Mardani H. Maming dijatuhi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Mardani juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar. Dia dinyatakan bersalah melanggar pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor.
Dalam persidangan sebelumnya, jaksa KPK mendakwa Mardani menerima uang suap senilai Rp118,75 miliar berkaitan dengan persetujuan IUP kepada PT Prolindo Cipta Nusantara di Kabupaten Tanah Bumbu. Persetujuan itu dituangkan dalam bentuk SK Bupati 296/2011.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.