Profil Rachmat Pambudy, Ahli Pertanian ITB Ikut Dipanggil Prabowo, Jabat Menteri Kehutanan?
Rachmat Pambudy, ahli pertanian ITB ikut dipanggil Prabowo Subianto ke Kertanegara sebagai kandidat menteri. Apakah ia akan menjadi Menteri Kehutanan?
Penulis: Sri Juliati
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Rachmat Pambudy menjadi salah satu tokoh yang hadir ke kediaman Presiden terpilih, Prabowo Subianto di Kertanegara, Kebayoran, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024).
Rachmat Pambudy adalah akademisi sekaligus ahli pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang ikut dipanggil Prabowo sebagai kandidat menteri di kabinet.
Rachmat mengatakan, kedatangannya di Kertanegara menyoal penugasan dalam pemerintahan presiden terpilih Prabowo. Sayangnya, ia enggan menjelaskan posisinya nanti di pemerintahan.
"Saya dipanggil oleh presiden terpilih Pak Prabowo Subianto dan penugasan nanti biar beliau saja yang mengumumkan," ungkap Rachmat.
Saat ditanya posisi untuk menjadi Menteri Perhutanan, Rachmat irit bicara. Namun dia menegaskan, tidak akan menduduki posisi Menteri Pertanian.
"(Menteri) Pertaniannya Pak Amran. Pokoknya nanti saja," katanya.
Profil Rachmat Pambudy
Rachmat Pambudy dikenal sebagai seorang akademisi di bidang agribisnis dan telah mengabdi di IPB sebagai Dosen Terakreditasi Bidang Agribisnis.
Selain peran tersebut, ia juga menjabat sebagai Guru Besar dalam bidang Kewirausahaan di IPB.
Rachmat Pambudy lahir di Yogyakarta pada 23 Desember 1956 sehingga saat ini, usianya 67 tahun.
Mengutip dari alumniipbpedia.id, ia mengenyam pendidikan sarjana di Fakultas Peternakan IPB pada 1983.
Lima tahun kemudian, Rachmat Pambudy sukses meraih gelar master di bidang Komunikasi Pembangunan IPB.
Baca juga: Akademisi Rachmat Pambudy Datangi Kediaman Prabowo, Ini Bocoran Jabatannya
Masih dari IPB, ia meraih gelar doktor di bidang Penyuluhan Pembangunan pada 1999.
Selain sebagai praktisi agribisnis juga sebagai Staf Pengajar IPB, Rachmat Pambudy juga pernah aktif sebagai peneliti pada Pusat Studi Pembangunan-Lembaga Penelitian IPB, Jonggol Animal Science Teaching and Research Unit (JASTRU).
Perhatian dan konsistensinya di dunia pertanian dibuktikan dengan mendirikan Unit for Socio and Economic Study and Evaluation (USESE) Foundation pada 1988.
Pada tahun yang sama, ia juga menjadi pendiri dan komisaris beberapa perusahaan dan koperasi yang bergerak di bidang agribisnis.
Karena dedikasinya pada pertanian Indonesia, ia pernah menjadi Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Pengembangan Agribisnis pada 2000.
Kemudian, ia diangkat sebagai Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Hubungan Antar Lembaga hingga 2004.
Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Pengawas PERUM BULOG dari tahun 2003 hingga 2007.
Selepas dari aktivitas di Kementerian Pertanian, Rachmat Pambudy bergulat dengan pengembangan organisasi petani, yaitu Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Di organisasi ini, ia sempat menjadi Sekretaris Jenderal dan Wakil Ketua Dewan Pembina HKTI.
Pada 2016, Rachmat Pambudy menjadi pendiri dan Dewan Pakar LSM Komite Pemantau dan Pengawasan Pertanian Indonesia (KP3I).
Dua tahun kemudian, ia menjabat sebagai Komisaris Independen PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS) Tbk.
NSS adalah produsen minyak kelapa sawit terkemuka di Indonesia yang mengoperasikan perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan Tengah.
Harta Kekayaan Rachmat Pambudy
Rachmat Pambudy pernah melaporkan harta kekayaannya ke KPK pada 22 Juli 2003 saat menjadi Staf Ahli Menteri Pertanian.
Tercatat pada saat itu, Rachmat Pambudy memiliki harta kekayaan mencapai Rp 9,8 miliar dan 216.874 dolar AS.
Aset yang dipunyainya adalah 19 bidang tanah dan bangunan di sejumlah daerah senilai Rp 3,3 miliar.
Selain itu, ia masih mempunyai 4 mobil senilai Rp 755 juta serta logam mulia dengan nilai Rp 181,5 juta.
Rachmat Pambudy masih mempunyai lahan peternakan (Rp 700 juta); harta bergerak lainnya (Rp 280,8 juta); surat berharga (Rp 5,4 miliar); serta giro dan dan setara kas (Rp 1,59 miliar dan 216.874 dolar AS).
Namun, Rachmat Pambudy juga memiliki utang sebesar Rp 3,6 miliar sehingga mengurangi nilai asetnya.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Nitis Hawaroh)