Studi Demokrasi Rakyat Tagih Janji Terkait Kelanjutan Penanganan Denda Beras Impor
Kedatangan mereka ke KPK agar laporan tersebut tetap ditindaklanjuti dan sampaikan harapan kepada Presiden terpilih RI 2024-2029 Prabowo Subianto
Penulis: Erik S
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Studi Demokrasi Rakyat atau SDR mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait laporan demurrage dan dugaan penggelembungan harga impor beras Rp294,5 miliar.
Kasus tersebut dilaporkan SDR ke KPK pada Rabu (3/7/2024).
"SDR menagih janji KPK terkait dugaan korupsi demurrage atau denda impor beras," kata Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, Kamis,(17/10/2024).
Hari mengingatkan mengatakan kedatangan mereka agar laporan tersebut tetap ditindaklanjuti.
“Kehadiran Studi Demokrasi Rakyat (SDR) di depan gedung KPK RI pada hari ini adalah menagih janji KPK RI yang pernah disampaikan oleh Juru bicara KPK RI Bung Tessa Mahardika dan tindaklanjut laporan SDR yang diterima KPK RI,” kata Hari.
Baca juga: Sosok Supriatna Gumilar, Anggota DPRD Jabar Korupsi Sepatu Atlet Disabilitas, Baru Sebulan Dilantik
Dalam aksi tersebut, Hari sempat menyinggung harapan kepada Presiden terpilih RI periode 2024-2029 Prabowo Subianto.
Prabowo belum lama ini mengatakan akan memburu koruptor bahkan hingga ke Antartika.
Hari berharap agar para pejabat yang akan mengisi badan/lembaga harus diisi pejabat yang memberantas korupsi.
Penyelidikan bersifat rahasia
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan seluruh kasus korupsi yang masuk mendapatkan perlakuan yang sama, termasuk laporan atas dugaan biaya denda impor atau demurrage yang sempat dilaporkan beberapa waktu lalu.
Meski demikian, menurut dia, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, karena penyelidikan yang dilakukan oleh KPK masih bersifat rahasia.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7/2024) atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp 294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Penjelasan Bulog
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sudah pernah menjelaskan terkait demurrage dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR, pada Kamis, 20 Juni 2024.
Dalam kondisi tertentu, demurrage atau keterlambatan bongkar muat adalah hal yang tidak bisa dihindarkan sebagai bagian dari resiko penanganan komoditas impor. Jadi misalnya dijadwalkan 5 hari, menjadi 7 hari. Mungkin karena hujan, arus pelabuhan penuh, buruhnya tidak ada karena hari libur dan sebagainya.
"Dalam mitigasi risiko importasi, Demurrage itu biaya yang sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor impor. Adanya biaya demurrage menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor. Kami selalu berusaha meminimumkan biaya demurrage dan itu sepenuhnya menjadi bagian dari biaya yang masuk dalam perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor atau pengekspor,” ucap Bayu Krisnamurthi.
Saat ini, Bulog masih memperhitungkan total biaya demurrage yang harus dibayarkan, termasuk dengan melakukan negosiasi ke pihak Pelindo, pertanggungan pihak asuransi serta pihak jalur pengiriman.
Menurut Bayu, perkiraan demurrage yang akan dibayarkan dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor tidak lebih dari 3 persen.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.