Dalih Harvey Moies Dicecar Jaksa Soal Dana CSR 4 Perusahaan di Kasus Timah: Bukan CSR Tapi Uang Kas
Jaksa mencecar Harvey Moies terkait dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikeluarkan oleh 4 perusahaan smelter swasta.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecar Harvey Moies terkait dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikeluarkan oleh 4 perusahaan smelter swasta saat bekerjasama dengan PT Timah Tbk.
Saat dicecar Jaksa, Harvey membantah bahwa dana yang dikeluarkan itu merupakan dana CSR melainkan dana kas untuk keperluan sosial masyarakat.
Adapun momen itu terjadi dalam sidang kasus korupsi timah dengan terdakwa crazy rich Helena Lim, eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra dan Direktur PT Stanindo Inti Perkasa MB Gunawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Dalam sidang ini Harvey hadir sebagai saksi bersama Direktur Utama PT Refined Bangka Tin Suparta, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Ardiansyah dan pegawai PT Tinindo Internusa Agustina.
Mulanya Jaksa mengkonfirmasi Harvey dengan berita acara pemeriksaannya (BAP) terkait dana CSR dari masing-masing smelter yang bekerjasama dengan PT Timah Tbk.
"Ada di BAP, soal dana CSR dari masing-masing smelter yg bekerja sama dgn PT Timah. Apakah betul itu ada?," tanya Jaksa.
"Tidak betul pak," jawab Harvey.
"Hah?," tanya Jaksa heran.
"Tidak Betul," ucap Harvey.
Jaksa yang mengaku heran lantas meminta penjelasan dari Harvey perihal bantahannya itu soal dana CSR.
Harvey kemudian menjelaskan bahwa sejak awal pertemuan dengan perwakilan smelter swasta, dirinya mengklaim tidak ada penyebutan istilah CSR.
Melainkan kata dia kesepakatan yang dibuat yakni mengumpulkan uang kas yang diperuntukkan untuk kebutuhan sosial.
"Mengumpulkan uang kas Pak. Tapi ketika penyidikan ini, tiba-tiba muncul lah istilah CSR Pak, dan itu dipakai, konsistem sama semua orang. Jadi saya, di BAP saya, saya udah sempat menyanggah juga, tapi istilah CSR itu dipakai sampai selesai sampai hari ini Pak," ucap Harvey.
Jaksa yang masih ragu dengan jawaban Harvey kemudian mencocokan kesaksian suami Sandra Dewi itu dengan BAP yang pernah disampaikan saat proses penyidikan.
Adapun dalam BAP itu Jaksa menyebutkan, bahwa setelah adanya penandatanganan kerjasama dengan PT Timah, kemudian lima petinggi smelter swasta bersepakat untuk menyumbangkan dana 'CSR' sebesar 500 USD per ton.
Dalam BAP itu juga dijelaskan dana CSR yang dikumpulkan itu bersifat sukarela.
"Di antaranya begini, ada beberapa di BAP lain tapi saya ambil sample aja. Nah gimana?," cecar Jaksa.
Lalu Harvey pun tetap bersikeras bahwa penggunaan istilah CSR itu muncul pertama kali saat dirinya mulai diperiksa di tingkat penyidikan dan bukan istilah yang digunakan oleh dirinya.
"Saya sampai sekarang juga masih bingung datangnya darimana, karena saya tidak pernah memakai istilah CSR. Tapi betul kita berinisiatif untuk mengumpulkan kas bersama," kata Harvey.
Akan tetapi Jaksa juga menegaskan, penggunaan istilah CSR itu selalu dituangkan Harvey dalam BAP-nya di Kejaksaan Agung.
Bahkan kata Jaksa Harvey telah menggunakan istilah CSR itu di beberapa poin BAP yakni poin 14,15,16,17 dan seterusnya.
"Keterangan saudara itu selalu menggunakan istilah CSR. Itu gimana?," tanya Jaksa.
"Iya, pak. Saya sudah menyampaikan itu kas. tapi dari penyidik bilang CSR, ya sudah lah saya," pungkas Harvey.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Harvey Moeis secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.
Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Baca juga: 8 Tahun Menikah, Sandra Dewi Larang Harvey Moeis Beri Hadiah Tas Mewah: Saya Selalu Diberikan iPhone
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.