Sosialisasi UU Pesantren, Majelis Masyayikh Luncurkan Standar Penjaminan Mutu Ponpes
Pembentukan majelis ini merujuk pada pemberlakuan Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Hasiolan EP
TRIBUNNEWS.COM, PALU - Sosialisasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, digelar di Pesantren Al-Khairaat, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (24/10/2024).
Abdul Waidl, Tenaga Ahli Majelis Masyayikh, menjelaskan, sosialisasi ini bertujuan meningkatkan pemahaman tentang pentingnya rekognisi, afirmasi, dan fasilitas bagi pendidikan pesantren.
Majelis Masyayikh adalah lembaga mandiri dan independen yang dikukuhkan Kementerian Agama untuk merumuskan dan menetapkan sistem penjaminan mutu Pendidikan Pondok Pesantren.
Pembentukan majelis ini merujuk pada pemberlakuan Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, di mana pendidikan pesantren kini mendapatkan pijakan hukum yang kuat bagi pesantren sebagai institusi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.
Hadir dalam sosialisasi tersebut tiga narasumber yaitu Prof Dr Hj Amrah Kasim MA, Abdul Waidl MUd, dan HS Ahmad Hadi Rumi SPdI.
Abdul Waidl menekankan pentingnya pengakuan formal terhadap pendidikan nonformal pesantren.
Baca juga: Perkumpulan Lembaga Dakwah Ingatkan Pemerintahan Prabowo-Gibran soal Izin Operasional Pesantren
“Melalui UU ini, santri dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja dengan ijazah yang diakui secara nasional,” jelasnya dikutip Kamis.
Ia juga menekankan bahwa pendidikan pesantren setara dengan pendidikan formal lainnya, baik dalam kualitas kurikulum maupun mutu lulusannya.
“Pesantren tidak hanya sebagai penyelenggara pendidikan, tetapi juga sebagai satuan pendidikan yang memiliki mekanisme dan jenjang tersendiri, seperti ula, wusto, hingga ulya,” imbuhnya.
Waidl juga menjelaskan pentingnya standar kurikulum yang disusun oleh pesantren, namun tetap memperhatikan empat pelajaran yang diminta oleh pemerintah, yakni Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA/IPS.
“Ini bertujuan agar santri dapat beradaptasi dengan pendidikan formal, sehingga dapat melanjutkan ke SMP atau SMA tanpa kesulitan,” katanya.
Amrah Kasim, Anggota Majelis Masyayikh, mengungkapkan latar belakang historis pesantren sebagai pusat perlawanan kolonialisme dan pemberdayaan sosial, yang kini telah berkembang menjadi lebih dari 40.000 lembaga di Indonesia.