Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Respons Anies dan Cak Imin atas Penetapan Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Impor Gula

Reaksi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar atas penetapan tersangka Tom Lembong sebagai tersangka dugaan korupsi impor gula.

Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Suci BangunDS
zoom-in Respons Anies dan Cak Imin atas Penetapan Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Impor Gula
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong ditahan terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). Reaksi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar atas penetapan tersangka Tom Lembong sebagai tersangka dugaan korupsi impor gula. 

TRIBUNNEWS.COM - Eks Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi mengenai kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016.

Ditetapkannya eks Co-captain Timnas AMIN pada Pilpres 2024 ini, mengundang reaksi dari eks Gubernur Jakarta, Anies Baswedan dan Menteri Koordinator bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

Anies bersaksi, dirinya telah berteman selama hampir 20 tahun, mengenal Tom sebagai pribadi berintegritas tinggi. 

 “Tom selalu prioritaskan kepentingan publik dan ia juga fokus memperjuangkan kelas menengah Indonesia yang terhimpit,” kata Anies lewat akun X pribadinya @aniesbaswedan, Rabu (30/10/2024).

Menurut Anies, Tom adalah orang yang lurus dan tak suka neko-neko, sosoknya disegani di lingkup domestik maupun internasional.

“Kabar ini amat-amat mengejutkan. Walau begitu kami tahu proses hukum tetap harus dihormati. Kami percaya aparat penegak hukum dan peradilan akan menjalankan proses secara transparan dan adil,” harapnya.

Anies menegaskan dirinya bakal memberikan dukungan moral dan dukungan lain yang dimungkinkan untuk Tom Lembong.

Berita Rekomendasi

“Tom jangan berhenti mencintai Indonesia dan rakyatnya, seperti yang telah dijalani dan dibuktikan selama ini. I still have my trust in Tom, dan doa serta dukungan kami tidak akan putus."

“Kami ingin negeri ini membuktikan bahwa yang tertulis di Penjelasan UUD 1945 masih valid yaitu, “Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (Rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat),” ungkapnya.

Sementara itu, Cak Imin mengaku ikut bersedih atas penetapan Tom Lembong sebagai tersangka.

"Ya saya turut bersedih sebenarnya," kata Cak Imin di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.

Baca juga: Korupsi Dugaan Impor Gula Tom Lembong, Pakar Hukum UGM Soroti Kerugian Negara, Kenapa Baru Diusut?

Cak Imin berharap, Tom Lembong kuat dan sabar dalam menghadapi kasus hukum tersebut.

"Semoga Pak Tom sabar, mudah-mudahan kuat," tutur Ketua Umum PKB ini.

Di sisi lain, Cak Imin enggan berkomentar mengenai munculnya dugaan kriminalisasi dalam kasus tersebut. Ia mengaku tak mengetahuinya.

"Saya enggak tahu (ada kriminalisasi atau tidak)," ujarnya.

Peran Tom Lembong

Diberitakan sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, mengungkap peran Tom Lembong dalam kasus ini.

Ia mengatakan Tom Lembong menerbitkan izin Persetujuan Impor (PI) gula mentah sebanyak 105.000 ton.

Padahal, berdasarkan rapat koordinasi (rakor) antar-kementerian pada tanggal 12 Mei 2015, disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula.

"Akan tetapi, pada tahun 2015 Menteri Perdagangan tersangka TTL memberikan izin PI gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP)," kata Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa.

Sebagai informasi, sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004 yang diperbolehkan impor GKP adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Akan tetapi, Kohar menyebut, Tom Lembong malah mengeluarkan izin PI kepada PT AP untuk mengimpor GKM.

Penetapan izin impor itu tak lewat rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.

Kemudian pada 28 Desember 2015, dilakukan rakor bidang perekonomian yang dihadiri oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. 

"Salah satu pembahasannya adalah bahwa Indonesia pada tahun 2016 kekurangan GKP sebanyak 200.000 ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional," ucap Qohar.

Baca juga: Eks Mendag Tom Lembong Sudah Diperiksa 3 Kali Sebelum Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula

Dalam kasus ini, Kejagung juga menetapkan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) berinisial CS sebagai tersangka.

Peran CS, yaitu pada November–Desember 2015, CS memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak empat kali.

"Pertemuan guna membahas rencana kerja sama impor GKM menjadi GKP antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta, yang juga atas sepengetahuan dan Direktur Utama PT PPI saat itu," ujar Qohar.

Berlanjut pada bulan Januari 2016, Tom Lembong menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI yang berisi penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300.000 ton.

Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan swasta lainnya, yakni PT KTM meskipun seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga yang diimpor adalah GKP secara langsung, dan yang dapat melakukan impor tersebut hanya BUMN (PT PPI).

"Atas sepengetahuan dan persetujuan tersangka TTL, persetujuan impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung."

"Selain itu, persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait," imbuhnya.

Qohar lantas membeberkan, kedelapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi.

Setelah kedelapan perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebesar Rp 13.000/kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.

Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah GKM sebesar Rp105/kg.

"Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai kurang lebih Rp400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara atau BUMN (PT PPI)," sebut Qohar.

Atas perbuatannya, Tom Lembong dan CS disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Tribunnews.com/Deni/Rahmat/Taufik/Ilham)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas