Indeks Kebebasan Pers Turun, Ketua Dewan Pers Sorot 3 Aspek Hingga Ungkap Harapan Kepada Prabowo
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu merespons Indeks Kebebasan Pers (IKP) Tahun 2024 sebesar 69,36 atau masuk kategori “Cukup Bebas”.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu merespons Indeks Kebebasan Pers (IKP) Tahun 2024 sebesar 69,36.
Angka tersebut menempatkan indeks kebebasan pers secara nasionali masuk dalam kategori “Cukup Bebas”.
Angka itu diperoleh dari rata-rata variabel Lingkungan Fisik Politik 70,06, Lingkungan Ekonomi variabel terendag 67,74, dan Lingkungan Hukum 69,44
Angka tersebut turun dalam dua tahun terakhir.
Ninik Rahayu mengatakan angka-angka tersebut mencerminkan situasi Pers di Indonesia dalam kondisi tidak baik-baik saja.
Ia mencontohkan dalam konteks ekonomi, mencatat pada saat Hari Pers Nasional dua tahun lalu Presiden Joko Widodo menyampaikan belanja iklan yang lebih banyak digunakan untuk belanja iklan media sosial.
Baca juga: Indeks Kebebasan Pers Tahun 2024 Turun, Dewan Pers Ungkap Sebab dan Beri Delapan Rekomendasi
"Pertanyaan kita lalu, di mana komitmen pemerintah yang memang memiliki belanja iklan terbesar? Dalam berbagai kesempatan, saya selaku Ketua Dewan Pers menyerukan agar belanja iklan ini diupayakan semaksimal mungkin untuk belanja iklan pada perusahaan-perusahaan Pers yang bekerja secara profesional," kata Ninik dalam sambutan Peluncuran Hasil Survei IKP Tahun 2024 di sebuah Hotel Kawasan Kuningan Jakarta Selatan pada Selasa (5/11/2024).
"Ini salah satu bentuk dukungan, tentu tanpa melakukan campur tangan secara langsung kepada redaksi," ujarnya.
Untuk itu, ia meminta agar semua pihak menghormati kerja Pers yang ingin bekerja secara profesional agar dalam membangun ekosistem Pers tidak ada campur tangan pada ruang redaksi.
Baca juga: Cegah Gulung Tikar, Dewan Pers Minta Belanja Iklan Pemerintah Difokuskan ke Media Massa
Ia pun mengimbau agar pemerintah tidak belanja iklan untuk belanja berita.
"Kita bersama-sama pernah mengingatkan pada pemerintah daerah agar bisa memisahkan antara ruang bisnis dengan ruang redaksi," lanjut Ninik.
"Tarik secara lurus garis api. Kenapa ini penting? Karena hidupnya media bukan untuk kepentingan Pers, tapi semata-mata untuk pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk tahu, untuk mengetahui seluk-beluk pembangunan di Indonesia. Apakah itu yang dilakukan oleh eksekutif, oleh legislatif, oleh yudikatif," sambungnya.
Dalam konteks hukum, ia menjelaskan Indeks Kemerdekaan Pers juga mengalami penurunan yang sangat tajam.