Bicara Kasus Tom Lembong, Mahfud MD: Penegakan Hukum kalau Pilih Kasih, Tajam ke Musuh, Bahaya
Bicara soal kasus Tom Lembong, Mahfud MD: Yang aneh, seharusnya penyidikan mulai dari Mendag 2023.
Penulis: Jayanti TriUtami
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD bicara soal kasus dugaan korupsi yang menjerat eks Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Lembong.
Mahfud MD mempertanyakan Kejaksaan Agung (Kejagung) hanya memeriksa dan menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka.
Padahal, Tom Lembong menjabat sebagai Mendag pada periode 2015-2016.
Setelahnya, Indonesia terus mengimpor gula meskipun Tom Lembong tak lagi menjabat per Juli 2016.
Mengutip Kompas.com, pada 2015, era Mendag Rachmat Gobel, Indonesia mengimpor gula sebanyak 3,36 juta ton.
Pada 2016 era Mendag Tom Lembong dan Enggartiasto Lukita, Indonesia kembali mengimpor gula sebanyak 4,47 juta ton.
Lalu pada 2017, saat itu Enggartiasto Lukito kembali mengimpor gula sebanyak 4,48 juta ton.
Satu tahun selanjutnya, Enggartiasto Lukita, Indonesia mengimpor hula sebanyak 5,02 juta ton.
Kemudian pada 2019, era Mendag Enggartiasto Lukita mengimpor hula sebanyak 4,09 juta ton.
Pada era Mendag Agus Suparmanto, tepatnya pada 2020, Indonesia juga mengimpor gula sebanyak 5,53 juta ton.
Lalu pada 2021, Mendag Muhammad Lutfi juga mengizinkan impor gula sebanyak 5,48 juta ton.
Baca juga: Pengacara Tom Lembong Klaim Tak Ada Temuan BPK soal Kerugian Negara Rp400 M di Kasus Impor Gula
Dan pada 2022 di era Mendag Muhammad Lutfi, Indonesia kembali mengimpor 6 juta ton gula.
Pada era Mendag Zulkifli Hasan atau Zulhas, Indonesia mengimpor 5,06 juta ton pada 2023.
Terakhir pada 2024, Mendag Zulhas kembali mengizinkan impor 3,66 juta ton gula.
"Penegakan hukum kalau pakai pilih kasih, tajam ke musuh, tidak kepada teman, itu yang bahaya," ujar Mahfud dalam kanal YouTube-nya, Selasa (5/11/2024).
Dengan kejanggalan-kejanggalan tersebut, Mahfud tak merasa aneh jika saat ini publik mengendus adanya politisasi kasus Tom Lembong.
Mahfud pun menantang Kejagung untuk menjawab pertanyaan publik dengan membeberkan alasan tak memeriksa Mendag lainnya.
"Tidak berlebihan, mungkin tidak unsur politis. Tapi kalau orang mengatakan ini pasti politis, enggak bisa disalahkan. Kalau enggak jawab dong," kata Mahfud.
"Semuanya melakukan itu di kementerian yang sama, kenapa tidak dijelaskan?"
Menurut Mahfud, Mendag yang seharusnya diperiksa lebih dulu adalah Zulhas.
Sebab, Zulhas adalah menteri yang memimpin Kemendag pada 2023.
"Yang aneh, seharusnya penyidikan mulai dari yang terdekat yang terjadi pada 2023, terus mundur ke 2019, baru mundur ke Tom Lembong," ucap Mahfud.
"Ini langsung lompat ke sini (Tom Lembong) gimana? Kenapa ini dibiarkan?"
Baca juga: Mahfud MD Sepakat soal Kejagung Sebut Tak Perlu Bukti Aliran Duit saat Tersangkakan Tom Lembong
Mahfud lantas mengungkap dalil pribadi terkait keputusan Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka.
"Tapi ya itu dalilnya, dalil saya pribadi, bahwa ketika Kejaksaan Agung menetapkan mantan orang besar sebagai tersangka biasanya dua alat bukti sudah cukup," ujarnya.
"Tapi kalau yang seharusnya diperiksa tapi enggak, ini biasanya ada unsur politis."
Kendati demikian, Mahfud mengakui dalam suatu perkara korupsi, tidak harus ada aliran dana ke pihak yang bersangkutan.
Dalam Undang-undang, kata dia, tindakan memperkaya diri sendiri maupun korporasi dapat dianggap sebagai korupsi.
"Orang salah kalau mengatakan harus ada aliran dana ke Tom Lembong. Kalau gitu enggak ada korupsi kalau harus ada aliran ke diri sendiri, semua nitip ke orang," jelas Mahfud.
"Makanya Undang-undangnya diubah, memperkaya diri, memperkaya orang lain atau korporasi," imbuhnya.
Kubu Tom Lembong Tantang Kejagung Periksa Mendag Lain
Tim kuasa hukum eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memeriksa Mendag RI lain yang menjabat hingga 2023.
Hal itu disampaikan Ketua Penasihat Khusus Tom Lembong, Ari Yusuf Amir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (5/11/2024).
Ari menilai Kejagung seolah tebang pilih dalam menangani kasus dugaan korupsi impor gula ini.
Sebab, hanya Tom Lembong yang diperiksa dan dijadikan tersangka dalam kasus ini.
Baca juga: Tom Lembong Melawan Lewat Praperadilan: Isi hingga Tanggapan Kejagung, Pengamat, dan DPR
Sedangkan Mendag lainnya hingga kini masih bebas dan tak dipanggil oleh Kejagung.
"Silakan dinilai sendiri bahwa penyidikan ini ini berkaitan dengan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2023," ujar Ari, Selasa.
"Artinya mereka menyidik sampai 2023. Pertanyannya kalau mereka tidak memeriksa menteri di periode selanjutnya, itu pertanyannya."
Ari menilai adanya kejanggalan di balik penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula.
Ia menilai Kejagung tebang pilih dan hanya memeriksa Tom Lembong dalam kasus ini.
"Kalau disampaikan rekan saya tebang pilih, tebang pilihnya di sana," kata Ari.
Pernyataan senada diungkap Tim Penasihat Hukum Tom Lembong, Zaid Mustafa.
Zaid menegaskan Tom Lembong tak terlibat dalam kasus ini.
Tom Lembong disebutnya tak pernah mengambil keuntungan pribadi atau memberi keuntungan kepada pihak lain saat membuat kebijakan impor gula.
"Pak Tom Lembong menegaskan tidak mengambil keuntungan satu rupiah pun atau memberikan keuntungan pihak swasta secara melawan hukum," jelas Zaid.
"Karena proses pengambilan kebijakan impor ada mekanismenya dan seluruh surat-menyurat antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian BUMN serta PT PPI diketahui kementerian lain termasuk Kementerian Keuangan."
Baca juga: Anggap Kejagung Tebang Pilih, Kubu Tom Lembong Minta Mendag Lain Ikut Diperiksa, Ini Alasannya
Ia juga mempertanyakan alasan Kejagung mengusut kasus ini setelah Tom Lembong lengser 9 tahun lalu.
"Apabila ada kerugian negara, kenapa setelah 9 tahun? Padahal surat itu diterima 9 tahun lalu ketika korespondensi dilakukan," tandasnya.
Sebelumnya, Kejagung mengatakan kebijakan penerbitan izin impor gula di era Mendag Tom Lembong telah merugikan keuangan negara sebesar Rp400 miliar.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Rahmat Fajar Nugraha)
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia