Bolehkah Ayah Tiri jadi Wali Nikah? Ini Penjelasannya dalam Syariat Islam
Wali yang berhak menikahkan seorang anak perempuan adalah mereka yang memiliki garis hubungan darah. Lantas, bolehkah ayah tiri menjadi wali nikah?
Penulis: Lanny Latifah
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Artikel ini akan membahas soal apakah boleh ayah tiri menjadi wali nikah.
Diketahui, salah satu rukun nikah adalah adanya wali yang mempunyai kewenangan untuk menikahkan anak perempuan.
Dilansir laman kemenag.go.ig, dalam syariat Islam telah ditentukan orang yang berhak menjadi wali nikah.
Adapun secara garis besarnya, wali yang berhak menikahkan seorang anak perempuan adalah mereka yang memiliki garis hubungan darah dengan anak perempuan tersebut.
Namun, dalam kehidupan di masyarakat kerap ditemui seorang anak perempuan yang hidup bersama dengan ayah tirinya lantaran sang ibu telah menikah lagi dengan suami baru yang tak lain adalah ayah tirinya tersebut.
Lantas, apakah boleh ayah tiri menjadi wali nikah?
Urutan prioritas wali yang berhak menikahkan seorang perempuan, dijelaskan oleh Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb (Surabaya, Al-Hidayah: 2000), halaman 31, sebagai berikut:
وأولى الولاة الأب ثم الجد أبو الأب ثم الأخ للأب والأم ثم الأخ للأب ثم ابن الأخ للأب والأم ثم ابن الأخ للأب ثم العم ثم ابنه على هذا الترتيب فإذا عدمت العصبات فالحاكم
"Wali paling utama ialah ayah, kakek (ayahnya ayah), saudara lelaki seayah seibu (kandung), saudara lelaki seayah, anak lelaki saudara lelaki seayah seibu (kandung), anak lelaki saudara lelaki seayah, paman dari pihak ayah, dan anak lelaki paman dari pihak ayah. Demikianlah urutannya. Apabila tidak ada waris ‘ashabah, maka (walinya adalah) hakim."
Dalam syariat Islam, keberadaan ayah tiri ini sama sekali tidak dipertimbangkan menjadi wali nikah, karena ia tidak disebutkan dalam daftar urutan prioritas wali nikah.
Namun demikian, ada peluang seorang ayah tiri menjadi wali nikah, yakni dengan cara mewakilkan (tawkil), artinya wali asli dari perempuan mewakilkan perwalian pernikahan kepadanya.
Baca juga: Beredar Informasi Dilarang Menikah di Hari Libur, Bantahan Kemenag: Yang Libur KUA, Bukan Penghulu
Hal ini sebagaimana penjelasan Abu Hasan Ali al-Mawardi dalam kitab al-Hawi al-Kabir (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah: 1999), juz IX, hal. 113:
فَأَمَّا تَوْكِيلُ الْوَلِيِّ فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُوَكِّلَ فِيهِ إِلَّا مَنْ يَصِحُّ أَنْ يَكُونَ وَلِيًّا فِيهِ وَهُوَ أَنْ يَكُونَ ذَكَرًا بالغاً حراً مسلماً رشيداً فإذا اجتمعت هَذِهِ الْأَوْصَافُ صَحَّ تَوْكِيلُهُ
"Adapun mewakilkan perwalian, hal tersebut tidak diperbolehkan kecuali seseorang yang memenuhi persyaratan yakni: lelaki, baligh, merdeka, muslim, dan pintar. Jika syarat tersebut terkumpul maka sah mewakilannya."
Dari keterangan tersebut, artinya jika ayah tiri memenuhi persyaratan, maka ia bisa menerima tawkil wali nikah.
Hal itu tentunya tawkil harus dilakukan dengan kalimat serah terima yang sah menurut syariat Islam.
Ini juga berlaku bagi selain ayah tiri, seperti ayah angkat, guru, atau siapa pun yang memang bukan wali asli.