Aliansi Masyarakat Ingatkan Aparat, Termasuk Polri Jaga Netralitas di Pilkada Serentak
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan mengenai netralitas pejabat daerah, TNI, dan Polri dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan mengenai netralitas pejabat daerah, TNI, dan Polri dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 ini menyatakan bahwa pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang terlibat dalam keputusan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon dapat dikenakan sanksi pidana.
Ricky Rasodi, perwakilan dari Aliansi Masyarakat Gowa untuk Demokrasi Jurdil, menegaskan pentingnya netralitas Polri dalam Pilkada serentak, terutama di Kabupaten Gowa.
"Netralitas merupakan kewajiban bagi setiap anggota ASN, TNI, dan Polri untuk menjaga Pilkada berlangsung aman dan lancar," ujarnya, Selasa 19 November 2024.
Ricky menambahkan bahwa netralitas Polri sudah diatur dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 27 ayat 1 secara jelas menyatakan bahwa Polri harus bersikap netral dalam politik dan tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Aliansi untuk Demokrasi juga meminta Kapolri dan jajarannya untuk menaati peraturan terkait netralitas, termasuk Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2003 tentang disiplin anggota Polri.
"Setiap pejabat Polri dilarang untuk melakukan tindakan politik praktis," tegas Ricky.
Menurutnya, Kementerian Dalam Negeri dan Polri perlu mengawasi pejabat daerah dan anggota TNI/Polri agar tidak membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, sesuai dengan Pasal 71 ayat 1 UU Pilkada.
"Pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang tidak netral dapat dipidana berdasarkan Pasal 188 UU Pilkada," tambahnya.
Putusan MK
Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi memutuskan pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang tidak netral sudah bisa ditindak lewat jalur pidana.
Yakni membuat keputusan maupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon pilkada, bisa dijatuhi pidana penjara dan/atau denda.
Ketentuan tersebut merupakan putusan MK yang memasukkan frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.