Pengamat: Janji Prabowo Hapus Kemiskinan Perlu Keberanian, Kenaikan PPN 12 Persen Jadi Ujian
Pieter C Zulkifli menyebut, Presiden Prabowo Subianto harus mempunyai keberanian yang besar dalam menghapus kemiskinan di Indonesia.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Namun, langkah ini didukung oleh faktor produktif dan proyek-proyek besar di bawah pengaruh kekuatan ekonominya.
"Sayangnya, Indonesia tidak memiliki posisi serupa. Ketergantungan pada mata uang asing seperti dolar AS dan euro membuat rupiah terjepit. Sebagian besar transaksi ekspor-impor menggunakan mata uang asing, yang secara langsung mengurangi sirkulasi rupiah di pasar domestik. Hal ini juga berdampak pada kemampuan pemerintah membayar utang luar negeri," ujarnya.
Lebih lanjut, Mantan Ketua Komisi III DPR itu menyatakan PPN 12 persen beban berat bagi rakyat. Bahkan, kenaikan PPN akan menjadikan Indonesia salah satu negara dengan tarif PPN tertinggi di ASEAN, sejajar dengan Filipina.
Namun, dia mengamini bila kebijakan ini memang bertujuan meningkatkan pendapatan negara, akan tetapi efek sampingnya langsung dirasakan rakyat.
"Saat daya beli melemah, sulit membayangkan target penghapusan kemiskinan dapat tercapai. Dalam situasi seperti ini, kebijakan fiskal yang tidak pro-rakyat justru memperburuk ketimpangan ekonomi. Dengan konsumsi domestik sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi, peningkatan beban pajak berisiko meruntuhkan fondasi tersebut," ujarnya.
Di sisi lain, Pieter Zulkifli mengingatkan Presiden Prabowo agar memiliki keberanian, inovasi, dan kebijakan yang berpihak pada rakyat untuk merealisasikan janjinya terkait penegakan hukum dan peningkatan kualitas SDM.
Selain itu, Pieter Zulkifli menegaskan bila penegakan hukum harus ditegakkan secara konsisten. Pelanggaran seperti pungli dan pemerasan oleh oknum penegak hukum harus diberantas.
Untuk itu, dia mendorong agar RUU Perampasan Aset segera disahkan. Apalagi, brdasarkan data ICW, kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp279,2 triliun dalam delapan tahun terakhir, tetapi pemulihan hanya Rp37,2 triliun.