Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anggota Fraksi PKS Desak UU Minerba Direvisi dan Kenaikan PPN 12 Persen Ditinjau Ulang

Haji Jalal menilai bahwa kenaikan tarif PPN yang signifikan ini dapat memperberat beban biaya bagi para pelaku usaha

Editor: Dodi Esvandi
zoom-in Anggota Fraksi PKS Desak UU Minerba Direvisi dan Kenaikan PPN 12 Persen Ditinjau Ulang
HANDOUT
Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, Jalal Abdul Nasir, mendesak Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) segera direvisi agar perizinan tambang bagi rakyat bisa lebih sederhana. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dikhawatirkan akan memberatkan para pengusaha, terutama di sektor pertambangan.

Hal ini diungkapkan oleh H. Jalal Abdul Nasir, Anggota DPR RI Fraksi PKS Komisi XII, yang menilai bahwa kenaikan tarif PPN yang signifikan ini dapat memperberat beban biaya bagi para pelaku usaha di industri yang sudah tertekan oleh berbagai tantangan.

Jalal mengungkapkan bahwa sektor pertambangan, yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia, berpotensi mengalami kesulitan lebih lanjut jika kebijakan tersebut diterapkan.

Menurutnya, kenaikan PPN dapat berdampak langsung pada biaya operasional dan daya saing produk pertambangan Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

"Sektor pertambangan memiliki tantangan berat, mulai dari fluktuasi harga komoditas, biaya eksplorasi yang tinggi, hingga regulasi yang sering berubah. Jika PPN dinaikkan menjadi 12%, pengusaha tambang akan semakin terbebani. Ini bisa memperburuk iklim investasi dan menghambat ekspansi usaha," kata Jalal.

Namun, Jalal juga mengusulkan solusi untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa memberatkan pengusaha tambang.

Menurutnya, pemerintah bisa memperbaiki regulasi dan proses perizinan tambang agar lebih mudah diakses oleh masyarakat.

Berita Rekomendasi

Salah satu langkah konkret yang diusulkan adalah dengan mempermudah izin usaha tambang, yang pada gilirannya dapat mengurangi praktik tambang ilegal atau PETI (Penambangan Tanpa Izin).

"Jika perizinan tambang diperbaiki dan lebih transparan, banyak pelaku usaha tambang ilegal yang selama ini beroperasi di luar pengawasan akan terdorong untuk beralih ke usaha tambang yang sah. Dengan begitu, negara tidak hanya akan memperoleh pajak dari usaha tambang yang berizin, tetapi juga mengurangi kerugian yang ditimbulkan oleh tambang ilegal yang merusak lingkungan dan tidak terkontrol," jelasnya.

Jalal menambahkan, keberhasilan dalam menanggulangi PETI dan mengalihkan para penambang ilegal ke dalam sistem yang sah dapat menjadi sumber pendapatan negara yang lebih besar.

Selain itu, hal ini juga akan meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan yang selama ini sering diabaikan oleh penambang ilegal.

Pemerintah, lanjutnya, perlu melakukan pendekatan yang lebih komprehensif dalam mengelola sektor pertambangan, termasuk memperhatikan aspek keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan keberlanjutan sektor usaha.

Oleh karena itu, pengusaha tambang yang telah memiliki izin dan beroperasi sesuai aturan harus didorong untuk lebih produktif, sementara tambang-tambang ilegal harus diberantas melalui kebijakan yang lebih inklusif.

Seperti diketahui, rencana kenaikan PPN menjadi 12% merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang digagas pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara.

Namun, kebijakan ini menuai kritik dari sejumlah pihak, termasuk pelaku industri yang khawatir akan dampaknya terhadap daya saing dan kelangsungan usaha mereka.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas