Gibran Perintahkan Menteri Pendidikan Hapus Sistem Zonasi Sekolah
Wapres Gibran perintahkan Menteri Pendidikan Abdul Mu'ti untuk menghapus sistem zonasi di sekolah demi wujudkan Indonesia Emas 2045.
Penulis: Rifqah
Editor: Sri Juliati
![Gibran Perintahkan Menteri Pendidikan Hapus Sistem Zonasi Sekolah](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/Kala-Gibran-Cemburu-dengan-Toleransi-di-Toraja-Ungkit-Kasus-di-Solo-hingga-Ngaku-Dicap-Antek-Asing.jpg)
Sementara UU tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa standar pelayanan yang digunakan adalah prinsip manajemen berbasis sekolah.
“Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.”
Menurut Darmaningtyas, PPDB merupakan satu di antara manajemen sekolah yang dimaksud itu.
Dia menilai, tidak semestinya pemerintah pusat mengendalikan otonomi tersebut melalui peraturan yang diberlakukan secara nasional.
"Jadi jangan diambil oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat itu hanya kasih guideline bahwa dalam penerimaan murid baru perlu memperhatikan aspek zonasi, tapi detailnya, berapa zonasinya, itu biarkan menjadi kewenangan sekolah," jelas Darmaningtyas.
Sistem Zonasi Dinilai Tidak Efektif
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Cecep Darmawan mengatakan, sistem zonasi pada PPDB tidak efektif.
Lantaran, tidak mencerminkan misi Indonesia untuk pemerataan pendidikan.
Hal itu berkaca dari beberapa kasus pendaftaran calon siswa yang manipulasi domisili atau alamat pada Kartu Keluarga (KK).
“Buktinya banyak pemalsuan KK, rebutan kursi, dan suap orang dalam,” kata Cecep saat dihubungi Kompas.com, Rabu (26/6/2024).
Menurutnya, zonasi dalam PPDB baru akan efektif jika pemerintah memiliki standarisasi sekolah.
Sistem zonasi tersebut membuat calon siswa dan orang tua tidak mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan.
Perbedaan yang jomplang antara sekolah favorit dan sekolah non-favorit, akhirnya memicu maraknya kecurangan dalam proses PPDB.
“Zonasi melanggar hak asasi manusia (HAM). Zonasi boleh dilakukan manakala standar sekolah sudah oke dan sama,” ujarnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Rizki Sandi/Pravitri Retno) (Kompas.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.