Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Kuasa Hukum Keberatan Pertimbangan Hakim
Kuasa Hukum Tom Lembong , Zaid Musafi menyampaikan keberatannya terhadap beberapa pertimbangan hakim dalam putusan praperadilan kliennya.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Tom Lembong, Zaid Musafi menyampaikan keberatannya terhadap beberapa pertimbangan hakim dalam putusan praperadilan kliennya.
Diketahui Ketua Majelis Hakim Tumpanuli Marbun menolak permohonan praperadilan yang diajukan eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong.
Hakim menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan Kejagung terhadap Tom Lembong sah.
"Keberatan kami mencakup beberapa poin penting yang menunjukkan adanya ketidakadilan dalam proses hukum yang sedang berlangsung," kata Zaid dalam keterangannya, Selasa (26/11/2024).
Ia melanjutkan pihaknya menyoroti makna dan fungsi praperadilan telah diperluas oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun, hal ini tidak dipertimbangkan secara menyeluruh oleh hakim.
Baca juga: Kejagung Bantah Anggapan Kriminalisasi Tom Lembong di Kasus Impor Gula
Kaitannya dengan dua alat bukti yang cukup, menurut putusan MK dijelaskannya seharusnya dapat diuraikan penyidik sebagai bukti awal yang terang dan berkaitan.
Sehingga, bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka.
"Hakim praperadilan seharusnya dapat menilai kualitas bukti tersebut, bukan hanya formalitasnya saja," tegasnya.
Selain itu, dikatakan Zaid pihaknya juga mencatat hakim masih menggunakan paradigma lama mengenai makna praperadilan dan tidak memperbarui pemahaman terhadap putusan MK yang pihaknya ajukan.
"Dalam konteks pemberlakuan hukum tindak pidana korupsi (Tipikor), seharusnya fokus tidak hanya pada potensi kerugian, tetapi pada kerugian yang sebenarnya terjadi," kata Zaid.
Baca juga: Politikus PKS Kritik Hakim Tolak Praperadilan Tom Lembong: Semoga Bukan Putusan Pesanan
Perubahan kata dapat dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, dijelaskannya menunjukkan bahwa hukum harus lebih tegas dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang terkandung dalam UUD 1945.
Dalam hal ini, penyidik tidak memiliki satu pun bukti terhadap kerugian negara dari lembaga mana pun.
"Kami juga menggarisbawahi bahwa pencantuman kata dapat dalam Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor menciptakan ketidakpastian hukum yang dapat merugikan banyak pihak. Hukum harus jelas dan tidak membingungkan bagi semua pihak yang terlibat," terangnya.
Selain itu pihaknya juga menyayangkan bahwa pertimbangan yang diajukan oleh pemohon yang menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses hukum ini. Sama sekali tidak diterima hakim.
"Kami percaya bahwa setiap proses hukum harus dilakukan dengan transparansi dan berkeadilan. Kami akan terus berjuang untuk memastikan bahwa hak-hak klien kami dilindungi dan bahwa keadilan ditegakkan," jelasnya.
Zaid juga mengungkapkan pihaknya juga keberatan bahwa meskipun hakim mengakui bahwa tindakan Tom Lembong sebagai kebijakan.
Tapi masih belum ada keberanian untuk menggunakan UU No 30 tentang Administrasi Negara untuk menetapkan bahwa penyidik telah melampaui kewenangan hukum administrasi negara, yang merupakan kewenangan APIP dan/atau Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Putusan ini memberikan ketidakpastian hukum dan perlindungan kepada pejabat penyelenggara negara, termasuk menteri, dalam mengambil keputusan dan mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di masyarakat," kata Zaid.
"Keberatan kami mencerminkan komitmen kami terhadap keadilan. Kami akan terus berjuang untuk membela hak-hak klien kami dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil dan transparan," tandasnya.