Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

VIDEO Bidan di Yogyakarta Jual 66 Bayi Selama 14 Tahun: Praktik Terungkap di Klinik Bersalin

JE (44) dan DM (77, dua bidan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terjerat kasus TPPO ternyata tidak memiliki izin praktik.

Editor: Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama 14 tahun, dua bidan di Yogyakarta, JE (44) dan DM (77), terlibat dalam jaringan jual beli bayi.

Bayi-bayi yang dijual mencapai 66 orang selama periode 2010 hingga 2024.

JE (44) dan DM (77), sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yakni praktik jual beli bayi.

Tidak Punya Izin Praktik

JE (44) dan DM (77, dua bidan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terjerat kasus TPPO ternyata tidak memiliki izin praktik.

Dua bidan tersebut beroperasi di wilayah Tegalrejo, DIY.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, mengungkapkan keduanya dipastikan tidak mengantongi izinmenjalankan praktik kebidanan.

Berita Rekomendasi

"Bidan inisial DM dan JE saat ini tidak memiliki SIP (Surat Izin Praktik) sebagai bidan, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk praktik kebidanan," tandasnya, Jumat (13/12/2024).

Kadinkes menyampaikan, dalam SIP yang diterbitkan, terdapat klausa terkait kewajiban mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan standar profesi.

"Adapun pelanggaran perundang-undangan, penyelidikan dan penyidikan (terkait kasus TPPO), menjadi kewenangan aparat penegak hukum," pungkasnya. 

Jual 66 bayi
JE dan DM terlibat penjualan bayi sejak 2010 silam dengan total korban 66 bayi yang sudah diperdagangkan hingga 2024.

Bagaimana mereka menjalankan aksinya?

Dua tersangka berpura-pura ingin mengadopsi bayi dari salah satu pasangan yang tidak menginginkan bayi.

Proses adopsi itu pun tidak sah secara prosedural serta tanpa dilengkapi dokumen administrasi sesuai peraturan.

Mereka yang merelakan bayinya diambil para tersangka mayoritas merupakan pasangan di luar nikah.

Seusai mendapat bayi yang diinginkan, para tersangka lantas menjual bayi yang sudah diadopsi tersebut ke sejumlah orang dari berbagai daerah.

"Berdasarkan hasil sementara pemeriksaan dari penyidik kami, diketahui dari kegiatan kedua tersangka tersebut, telah mendapatkan data sebanyak 66 bayi," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY, Kombes Pol FX Endriadi

Rinciannya bayi berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 dan bayi perempuan 36. 

Serta dua bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, bayi-bayi itu dijual dengan harga puluhan juta. 

Endri mengungkapkan harga bayi bervariatif tergantung jenis kelamin.

"Data terakhir yang disepakati untuk bayi perempuan mulai Rp55 juta dan bayi laki-laki mencapai Rp85 juta," katanya.

Pada 2024 ini para tersangka telah melakukan beberapa kali transaksi TPPO anak. 

Di antaranya pada September menjual anak laki-laki di Bandung dan Desember ini menjual anak perempuan di Yogyakarta.

Para tersangka ini pernah menjadi residivis di tahun 2020 dan telah divonis selama 10 bulan di Lapas Wirogunan. 

"Kami masih melakukan proses pemeriksaan pendalaman terhadap perkara ini," ujar Dirreskrimu.

Atas kasus ini, para tersangka disangkakan Pasal 83 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 76F Perlindungan Anak. 

Dengan hukuman paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta. 

Ada yang Dijual Rp65 Juta

Total 66 bayi yakni kelamin laki-laki sebanyak 28 dan bayi perempuan 36 telah diperdagangkan dan  2 bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya.

Tersangka JE dan DM tertunduk lesu saat dihadirkan pada jumpa pers kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di lobi Mapolda DIY, Kamis (12/12/2024).

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY, Kombespol FX Endriadi mengatakan, data itu didapatkan dari buku catatan transaksi milik tersangka.

 "Berdasarkan hasil sementara pemeriksaan dari penyidik kami, diketahui dari kegiatan kedua tersangka tersebut, telah mendapatkan data sebanyak 66 bayi," ujarnya.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, bayi-bayi itu dijual dengan harga puluhan juta rupiah. 

Endri mengungkapkan harga bayi bervariatif tergantung jenis kelamin.

"Data terakhir yang disepakati untuk bayi perempuan Rp55 juta dan bayi laki-laki Rp60 sampai Rp65 juta," katanya.

Pada 2024 ini para tersangka telah melakukan beberapa kali transaksi TPPO anak yakni bulan September menjual anak laki-laki di Bandung dan Desember ini menjual anak perempuan di Yogyakarta.

Terungkap kedua tersangka ini pernah menjadi residivis di tahun 2020 dan telah divonis selama 10 bulan di Lapas Wirogunan. 

"Kami masih melakukan proses pemeriksaan pendalaman terhadap perkara ini," ujarnya.

Atas kasus ini, para tersangka disangkakan Pasal 83 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 76F Perlindungan Anak dengan hukuman paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta. 

Dirreskrimum Polda DIY menuturkan, kasus ini terbongkar setelah adanya laporan dugaan TPPO di sebuah rumah bersalin daerah Tegalrejo, Kota Yogyakarta.

"TKP di daerah Tegalrejo, disebuah tempat praktik dokter dan kecantikan," terang Endriadi.

Kabid Humas Polda DIY Kombes Nugroho Arianto, dalam keterangannya menambahkan tersangka DM adalah pemilik dari rumah bersalin tersebut sementara JE merupakan pekerja atau pegawai dari rumah bersalin yang dikelola oleh tersangka DM.

Para tersangka meminta sejumlah uang kepada pasangan yang akan mengadopsi bayi dengan alasan sebagai biaya persalinan.

"Modusnya untuk biaya persalinan untuk bayi perempuan kisaran Rp55 juta hingga Rp65 juta dan bayi laki-laki Rp65 juta hingga Rp85 juta," ungkapnya.

Berdasarkan dokumen serah terima di rumah bersalin tersebut diketahui bayi itu dijual kepada pihak di berbagai daerah.

"Dalam dan luar Kota Yogyakarta termasuk ke berbagai daerah seperti Papua, NTT, Bali, Surabaya dan lain-lain," terang Nugroho.

Pernah Jadi Ketua RW: Sifatnya Buat Warga Pilih Jaga Jarak

Sosok bidan DM, tersangka kasus jual beli bayi di Yogyakarta dikenal memiliki watak keras dan egonya cukup tinggi.

Hal tersebut membuat warga Kampung Demakan Baru, Kelurahan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, memilih menjaga jarak dengan sosok bidan yang pernah dihukum dalam kasus yang sama tersebut.

 


Diketahui dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) polisi menetapkan dua orang bidan sebagai tersangka.

Keduanya masing-masing berinisial JE (44) dan DE (77).

JE merupakan karyawan dari bidan DM.

Baca juga:  Dua Bidan Tersangka Penjualan Bayi di Yogyakarta, Modus Operandi Terungkap

JE dan DM mengelola klinik bersalin di Tegalrejo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sekaligus menjadi tempat tinggal atau rumah bidan DM bersama keluarganya.

Menurut warga sekitar, bidan DM sudah lama menempati rumah tersebut.

Rio (24), warga yang tinggal di dekat klinik mengaku dirinya sudah mengenal bidan DM sejak dirinya masih kecil.

DM memang dikenal warga karena pernah menjadi Ketua RW.

"Dulu pas saya SMA sempat jadi ketua RW, saya berurusan (dengan tersangka) pas ngurus KTP," kata Rio saat ditemui di sekitar lokasi, Kamis (12/12/2024).

Baca juga:  Cara 2 Bidan Dapatkan Bayi Kemudian Dijual dengan Harga hingga Rp85 Juta di Yogyakarta

Rio pun mengungkap klinik DM sudah ada sejak dirinya kecil.

Rio sebatas tahu tempat tersebut untuk ibu hamil melahirkan.

"Saya malah baru tahu. Klinik itu sudah lama sekali, sejak saya kecil sudah ada. Pokoknya, cuma tempat kelahiran aja," ucapnya.

Ketua RW 09 Kampung Demakan Baru, Ahmad Affandi mengungkap sebelum menempati rumah itu, klinik bersalin Bidan DE berada di pinggir jalan. 

"Dulu dia (Bidan DE) sempat ngontrak di pinggir jalan, terus pindah di rumah itu. Sedangkan JE itu domisili di Jalan Wates dan sudah buka praktik sendiri. Tapi kalau di sini ramai, maka Bidan JE akan dipanggil untuk diperbantukan," kata Affandi kepada Tribunjogja.com, Sabtu (14/12/2024). 

Pantauan Tribunjogja.com Sabtu (14/12/2024), rumah bersalin itu berada di sebuah gang bernama Gang Teratai, RW 09/RT 34, Kampung Demakan Baru, Kelurahan Tegalrejo, Kota Yogyakarta.

 Kondisi rumah bersalin milik Bidan DE dan JE, tersangka kasus TPPO bayi di Jalan Wiratama, Kampung Demakan Baru, Kelurahan Tegalrejo, Kota Yogyakarta, DIY, Sabtu (14/12/2024). (Tribunjogja.com/Dewi Rukmini)
Suasana gang tersebut cukup sepi dan sempit, sekira hanya bisa dilewati satu mobil.

Rumah bercat putih itu memiliki dua lantai. 

Pagar besi warna putih terpasang cukup tinggi di lantai bawah.

Di teras rumah itu terlihat ada kursi panjang dan televisi tabung, seperti ruang tunggu klinik pada umumnya.

Papan bertuliskan kata "Tutup" terpasang di dinding rumah itu, akan tetapi pelang nama klinik sudah tidak terpasang di sana.

Pagar dan pintu di rumah tersebut tertutup rapat. Meski tidak terlihat aktivitas di rumah itu, tetapi samar-samar terdengar suara-suara orang dari lantai dua.

Lantai dua rumah itu cukup asri karena banyak pot tanaman yang menghiasi sekeliling pagar.

Bidan DM Pernah Jadi Ketua RW dan Sosok Egois

Affandi mengaku mengenal bidan DM karena sebelumnya pernah menjadi Ketua RW.

"Saya agak mengenal Bidan DE itu saat dia menjadi Ketua RW. Dia menjadi Ketua RW sekitar tiga tahun pada 2018 sampai 2021. Saat itu saya jadi Ketua RT," ungkap Affandi kepada Tribunjogja.com, Sabtu (14/12/2024). 

Dia mengatakan bidan DM dikenal memiliki karakter yang keras dan egonya cukup tinggi.

Sehingga, warga sekitar memilih menjaga jarak.

Bahkan ketika kasus Bidan DE dan JE terkuak, warga sekitar cenderung bereaksi cukup sarkas dan menyerahkan semuanya ke pihak berwajib. 

"Di grup WA , warga cuma komen 'Ora Kapok-kapok (tidak juga jera). Tapi responsnya biasa saja, karena warga sudah tahu wataknya seperti itu," ucapnya.

Beradarkan informasi yang didapat dari warga, klinik bersalin bidan DE sempat ditutup.

Saat itu, papan nama klinik sempat ditutp pakai kain.

"Tapi kurang tahu sejak kapan buka lagi. Dan setelah ditangkap, sekarang papannya sudah dicopot," katanya.

Saat proses penangkapan Bidan DE, Affandi mengaku didatangi pihak kepolisian untuk menjadi saksi.

Peristiwa itu terjadi sekitar Rabu (4/12/2024) pekan lalu. 

"Saya dipanggil untuk menyaksikan penangkapan di TKP. Saat saya sampai di sana sudah banyak polisi yang berkumpul," ucapnya.

Affandi pun mengaku dirinya sempat menemui dan duduk bareng dengan tersangka dan polisi.

Namun, untuk mengurangi suasana keramaian, dirinya selaku pengurus wilayah RW berinisiatif untuk menyelesaikan kasus tersebut kepada polisi.

"Sehingga mereka dibawa ke kantor polisi agar warga tidak mendengar suara-suara," ujarnya. 

Lebih lanjut, Affandi mengaku akan lebih meningkatkan sinergi dan kerja sama bersama Ketua RW setempat untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang.

Pihaknya pun mengaku bakal meningkatkan kewaspadaan dan mengecek setiap usaha atau homestay yang beroperasi di wilayahnya.

"Untuk mengantisipasi hal-hal melanggar hukum terjadi di wilayah ini, kami akan selalu waspada dan hati-hati serta mengontrol apabila ada orang asing masuk maupun ngontrak di sini. Tidak hanya finansial saja yang dipikirin tapi keamanan dan kenyamanan serta kedamaian wsrga RW 09 juga diutamakan ke depan," ujarnya.

Baca juga: Fakta Penjualan Bayi di Yogyakarta, 2 Bidan Tak Punya Izin Praktik, Sempat Divonis 10 Bulan Penjara

Tabrak Aturan 

Hasil penyidikan kepolisian mengungkap, bayi yang diperdagangkan itu mayoritas hasil hubungan gelap.

 Bayi tersebut diadopsi tersangka tanpa legalitas yang sah dan menabrak sejumlah aturan yang ditetapkan.

Setelah mendapatkan bayi yang diinginkan, tersangka lantas menjual kepada pasangan yang menginginkan anak.

Jika merujuk pada aturan sah pemerintah, proses adopsi anak harus menempuh regulasi yang cukup panjang.

Hal ini disampaikan Pekerja Sosial Dinsos Kota Yogyakarta, Muhammad Isnan Prasetyo, di sela-sela jumpa pers, kasus TPPO di Mapolda DIY, Kamis (12/12/2024).

Dia mengatakan proses adopsi anak memiliki sederet aturan yang harus ditaati. 

Isnan tidak memungkiri adopsi anak masih menjadi perhatian banyak masyarakat. 

Dahulu proses adopsi sering kali dilakukan tanpa izin resmi tapi saat ini sudah ada ketentuan yang mengatur adopsi.

Aturan tentang adopsi itu tertuang dalam Undang-undang Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2014 serta turunan PP nomor 50 tahun 2007 dan Permensos nomor 110 tahun 2009 terkait Persyaratan Pengangkatan Anak.

"Pengangkatan anak ini sangat seksi kepada masyarakat karena banyak yang melaporkan dan mendaftarkan di kami. Kalau dulu belum ada izin, saat ini sudah ada ketentuannya maka harus diproses secara legal," katanya.

Menurutnya, proses adopsi dapat dimulai dengan konsultasi di Dinas Sosial baik di Kabupaten atau Kota setempat. 

Setelah itu, masyarakat dapat melanjutkan dengan memenuhi persyaratan sesuai prosedur yang ditetapkan.

Sementara adopsi melalui kelembagaan harus diproses melalui Dinas Sosial Provinsi DIY. 

Prosesnya pun menurut Isnan akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait.

"Kami gratis tidak dipungut biaya, bisa terbuka, transparansi dan kami melibatkan beberapa pihak dari tokoh masyarakat, tokoh wilayah, dan beberapa stakeholder dari dinas dukcapil," terang dia.

Dalam proses adopsi sesuai Permensos Nomor 110 Tahun 2009 pemerintah juga tidak menghilangkan nasab anak. (*)

 

(Tribunjogja.com/ Dewi Rukmini/ Miftahul Huda)

 

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas