Harvey Moeis: Kasus Timah Buat Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Presiden Prabowo Sulit Dicapai
Dalam pleidoinya terdakwa Harvey Moeis sebut kasus timah bikin target pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden Prabowo sulit dicapai.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus tata niaga timah, Harvey Moeis menyatakan ia, keluarga, dan terdakwa lainnya tak pernah menikmati uang yang disangkakan oleh ahli dengan nominal fantastis Rp271 triliun.
Angka tersebut berasal dari ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo yang menunjukkan kerugian kerusakan lingkungan.
Namun Harvey Moeis menyebut publik dan banyak pihak menangkap berbeda, seolah menganggap angka Rp271 triliun itu adalah uang yang dinikmati.
Hal ini disinggung Harvey Moeis saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/12/2024). Kata dia, masyarakat, auditor hingga jaksa, sudah kena prank.
“Faktanya, kita semua sudah kena prank ahli Yang Mulia. Auditor kena prank, jaksa kena prank, masyarakat Indonesia kena prank, tapi saya yakin, Majelis tidak akan bisa diprank oleh ahli,” kata Harvey.
Suami dari aktris Sandra Dewi ini juga mengaku masih sulit mencari pembenaran kesaksian ahli lingkungan IPB tersebut.
Hal ini karena angka Rp271 triliun itu didapat ahli dengan hanya melakukan 2 kali kunjungan ke lapangan untuk pengambilan 40 sampel dari luasan 400.000 hektare.
Kemudian data itu diolah lewat perangkat lunak gratisan. Harvey kemudian membandingkan pengalamannya mengeksplorasi tambang batubara.
“Ketika seluruh kami para terdakwa, penasehat hukum, bahkan majelis hakim ingin menggali keterangan saksi di persidangan, dijawab dengan gampangnya ‘saya malas jawab’ ditambah lagi ketika kami memohon hasil perhitungannya untuk lebih diteliti, permohonan kami ditolak,” lanjutnya.
Baca juga: Harvey Moeis Sebut Uang Rp300 Triliun Bak 10 Persen APBN, Akui Tak Mungkin Nikmati Uang Sebesar Itu
Dalam pleidoinya, Harvey bahkan ikut menyinggung target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Target tersebut menurutnya sulit dicapai jika pertumbuhan ekonomi di salah satu provinsi saja, tepatnya Bangka Belitung, tidak mencapai 1 persen. Preseden perkara ini juga dinilai berdampak pada keengganan investor asing masuk berinvestasi ke Indonesia.
“Bagaimana cara mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 persen, ketika pertumbuhan ekonomi di salah satu provinsi tidak sampai 1 persen (0,71 persen)? Bagaimana kita berharap investor asing mau masuk ke Indonesia ketika warga sendiri saja dihukum karena membantu negara?” tanya Harvey.
Ia menyebut dampak dari kasus ini amat dirasakan meluas oleh 1,5 juta warga Babel. Provinsi Babel kini masuk dalam rekor pertumbuhan ekonomi terendah se-Indonesia, terjadi PHK massal, timbul suasana mencekam imbas angka kejahatan meningkat karena banyak orang kehilangan mata pencaharian mereka selama puluhan tahun.
Hal ini terjadi karena masyarakat yang sudah puluhan tahun menambang dan menggantungkan hidup mereka dari mata pencaharian ini, kini kegiatan itu dicap sebagai aktivitas ilegal.
Padahal saat ini harga timah dunia sedang melambung tinggi di atas 30.000 dolar AS per Metrik Ton, atau hampir tiga kali lipat rata-rata harga timah saat adanya kerja sama. Namun ekspor timah Indonesia justru terendah.
Kondisi ini menurutnya, menyebabkan Indonesia kehilangan devisa, pajak, royalti, dividen dan semua pendapatan lain dari roda ekonomi yang terhenti.
Harvey lalu mengira ada tangan - tangan negara lain di belakang perkara ini, semata demi menggagalkan Indonesia menjadi eksportir timah nomor satu dunia dan takut Indonesia punya posisi yang lebih kuat.
“Mungkin saja pihak luar selaku kompetitor kita, tidak suka dengan fakta itu, lalu melakukan apa yang sekarang sedang terjadi kepada kami. Karena satu-satunya pihak yang diuntungkan dengan kondisi kriminalisasi kami adalah pihak asing selaku kompetitor Indonesia di kancah komoditas timah dunia,” ungkap Harvey.
Menutup pernyataannya, Harvey mengaku tak lagi bisa melihat sisi positif dari penegakan hukum dalam kasus ini.
“Mohon maaf yang Mulia, saya betul betul gagal melihat sisi positif dari penegakan hukum tanpa solusi ini,” tegas Harvey.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.