Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Yos Suprapto Berencana Tempuh Langkah Hukum Buntut 'Pembredelan' Pameran Lukisan di Galeri Nasional

Seniman senior Yos Suprapto, berencana mengambil langkah hukum buntut peristiwa pembatalan pameran lukisan di Galeri Nasional Indonesia.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Yos Suprapto Berencana Tempuh Langkah Hukum Buntut 'Pembredelan' Pameran Lukisan di Galeri Nasional
Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda
Seniman senior asal Yogyakarta, Yos Suprapto (tengah) saat konferensi pers di Gedung YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Sabtu (21/12/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seniman senior asal Yogyakarta, Yos Suprapto, berencana mengambil langkah hukum buntut peristiwa pembatalan pameran lukisan bertajuk ‘Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan’ di Galeri Nasional Indonesia.

Yos menjelaskan, langkah hukum bakal diambil jika pihak Galeri Nasional Indonesia tidak memberi akses atas karya seni buatannya.

Bahkan, dia mengaku tak bisa mengakses langsung lukisan yang telah siap dipamerkan karena dikunci pihak Galeri Nasional.

"Seandainya masyarakat luas tidak bisa mengakses ke pameran saya, dan tetap terkunci seperti ini, bahkan saya seorang senimannya saja tidak bisa masuk, lebih baik saya akan menggunakan pendekatan hukum untuk mendapatkan kunci membuka pintu itu," kata Yos saat konferensi pers di Gedung YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Sabtu (21/12/2024).

Meski begitu, Yos mengaku belum dapat memastikan kapan langkah hukum itu akan diambil.

Baca juga: Pameran Yos Suprapto Dibredel, DPR: Preseden Buruk Pemerintahan Prabowo

Namun, dia menyatakan akan mengambil tindakan tersebut.

Berita Rekomendasi

"Saya akan menggunakan pendekatan hukum,” ujarnya.

Dia juga menegaskan, bahwa tak menutup kemungkinan untuk membuka dialog dengan sejumlah pihak yang terlibat dalam masalah ini, sebelum nantinya benar-benar mengambil langkah hukum.

Yos juga berharap ada penjelasan terkait nasib karya-karya miliknya yang telah siap dipamerkan dan masih terpajang di Galeri Nasional Indonesia.

Lebih lanjut, dia juga berencana untuk menyatakan sikap tidak bersedia melanjutkan pameran, setelah langkah hukum itu diambil.

Baca juga: Kronologi Pameran Lukisan Yos Suprapto Dihentikan Galeri Nasional, Pengamat Sebut Wujud Pembredelan

“Saya akan membawa pulang karya-karya saya, menurunkan karya-karya saya dan saya bawa pulang, ke Jogja," jelas Yos.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai pembatalan pameran tunggal seniman Yos Suprapto di Galeri Nasional mencederai kebebasan berekspresi.

"Melarang karya seni Yos Suprapto karena mengandung kritik terhadap bekas Presiden Joko Widodo adalah hal yang keliru dan tidak bertanggung jawab," kata Usman melalui keterangan tertulisnya pada Sabtu (21/12/2024).

Usman menegaskan, pembatalan ini mengirimkan pesan berbahaya bahwa kritik terhadap pemerintah atau tokoh publik tidak akan ditoleransi. 

"Penggembokan dan pemutusan listrik untuk meredam lukisan kritik sosial itu adalah cara dan alasan pengecut untuk membungkam kebebasan berekspresi," ujarnya.

Dia mengingatkan agar tindakan yang berupaya untuk membungkam kebebasan berekpresi tak boleh dibiarkan.

"Ini tidak boleh dibiarkan. Sebab, pola represi seperti ini bisa berujung pada situasi di mana orang-orang dijebloskan ke penjara semata-mata karena secara damai menggunakan hak kebebasan berekspresi mereka," tegas Usman.

Usman juga mempertanyakan semangat di balik visi "Indonesia Maju" yang digaungkan pemerintah.

"Jika benar begitu, maka muncul pertanyaan apakah ide Indonesia Maju itu Indonesia tanpa ekspresi seni yang kritis? Lalu di mana majunya?" tanya dia.

Terpisah, Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menilai tindakan tersebut sebagai bentuk "pembredelan" yang mencederai kebebasan berekspresi. 

Dia meminta pemerintah tidak mengintervensi karya seni dan memberikan ruang diskusi yang kritis.

"Mestinya negara bisa memberi ruang pada masyarakat atau pelaku seni dan kepada kurator untuk bisa berdiskusi secara kritis dengan publik. Jadi jangan malah alergi dan intervensi," kata Bonnie melalui keterangan tertulisnya pada Sabtu (21/12/2024).

Pameran bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan”, yang telah dipersiapkan sejak tahun lalu, batal digelar beberapa menit sebelum pembukaan pada Kamis (19/12/2024). 

Saat itu, pintu kaca galeri digembok dan lampu dimatikan, meskipun pameran dijadwalkan berlangsung pada 20 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025.

Galeri Nasional menyebut pembatalan terjadi karena lima dari 30 lukisan yang dipamerkan dianggap tidak sesuai dengan tema kedaulatan pangan. 

Beberapa karya dianggap terlalu vulgar, misalnya, menggambarkan sosok mirip Presiden ke-7 Joko Widodo atau yang diinjak oleh figur lain, serta lukisan petani yang memberi makan konglomerat. 

Pihak kurator, Suwarno Wisetrotomo, disebut meminta beberapa karya ditutup dengan kain hitam, yang kemudian ditolak Yos.

Bonnie menilai, langkah ini dapat menjadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi di era Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

"Negara harus menjamin kebebasan berekspresi seniman. Sensor karya yang terjadi dalam pameran ini bisa jadi preseden buruk dalam pemerintahan Prabowo Subianto," ucapnya.

Bonnie menegaskan bahwa seni rupa, dalam hal ini adalah seni lukis merupakan ranah multitafsir. 

Menurutnya, seniman memiliki otoritas dalam berkarya dengan temanya masing-masing, dan tidak akan menimbulkan bencana politik apa-apa.

"Bagaimana pun karya seni merupakan medium untuk kritik sosial adalah hal yang lazim. Dan seni itu multitafsir sehingga bahaya juga kalau dilihat hanya dari satu perspektif," terang Bonnie.

Lebih lanjut, Bonnie mengingatkan, karya seni merupakan kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi negara.

"Menurut saya kegiatan pameran seni konteksnya dalam negara demokrasi itu ya bebas saja. Biar publik yang menilai secara perspektif seninya seperti apa," tuturnya. 

"Lagian lukisan ini sudah beredar di media sosial dan sudah dilihat semua orang. Tidak perlu ada sensor karena karya seni itu multitafsir," ucap Bonnie.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas