Kaleidoskop 2024: Peristiwa Penting di MK, Mulai dari Sengketa Pemilu hingga Putusan UU Pilkada
MK juga menegaskan, tidak ada pihak yang menyatakan keberatan setelah Prabowo-Gibran ditetapkan sebagai capres-cawapres.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerbitkan sejumlah putusan sepanjang tahun 2024.
Hal ini sebagaimana Pasal 24C Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang mengatur empat kewenangan MK. Di antaranya, yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Baca juga: Kaleidoskop 2024: Guru Supriyani Bebas dari Dakwaan Aniaya Anak Polisi, Kapolsek Didemosi dan Patsus
Berikut ini deretan putusan penting Mahkamah Konstitusi sepanjang tahun 2024:
1. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024
MK menolak permohonan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1 Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar (Anies-Muhaimin) dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.
Menurut Mahkamah, permohonan dari kubu Anies-Muhaimin tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Alhasil, dalam amar putusan, Mahkamah menolak seluruh permohonan Anies-Muhaimin.
“Amar putusan, mengadili: dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat, pada Senin (22/4/2024).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menilai, dalil kubu Anies-Muhaimin yang meminta Capres-Cawapres Nomor Urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi, merupakan dalil yang tidak beralasan menurut hukum.
Selain itu, Mahkamah juga menyatakan KPU selaku termohon telah melakukan langkah-langkah sesuai aturan dalam menindaklanjuti putusan MK yang mengubah syarat pendaftaran capres-cawapres.
Mahkamah kemudian menyatakan dalil yang menganggap ada nepotisme hingga cawe-cawe dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait munculnya putusan MK yang mengubah syarat usia capres-cawapres tidak beralasan menurut hukum.
MK juga menegaskan, tidak ada pihak yang menyatakan keberatan setelah Prabowo-Gibran ditetapkan sebagai capres-cawapres.
Selanjutnya, menurut Mahkamah, tidak ada bukti bentuk cawe-cawe Jokowi yang disampaikan Anies-Cak Imin dalam permohonannya dengan raihan suara Prabowo-Gibran.
Tak hanya permohonan sengketa Pilpres dari kubu Anies-Muhaimin, MK juga menolak permohonan dari kubu Capres-Cawapres Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Isi pertimbangan hukum putusan nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 tersebut dianggap dibacakan oleh MK karena dinilai memiliki banyak kesamaan dengan pertimbangan putusan pada gugatan Anies Muhaimin, yang ditolak beberapa saat sebelumnya.
Terdapat tiga hakim yang sama menyatakan dissenting opinion (pendapat berbeda), baik dalam putusan untuk gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Ketiganya adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.
Adapun kubu Prabowo-Gibran berposisi sebagai pihak terkait, baik dalam gugatan yang diajukan Anies-Muhaimin ataupun Ganjar-Mahfud.
Baca juga: Kaleidoskop: Artis Terjerat Kasus Hukum Sepanjang 2024, Ada yang Terlibat Korupsi hingga Pornografi
2. PHPU Calon Anggota Legislatif (PHPU Pileg) 2024
MK meregistrasi sebanyak 297 perkara sengketa Pileg di 2024. Berdasarkan sidang pembacaan putusan, yang digelar pada 6, 7, dan 10 Juni 2024, MK mengabulkan 44 gugatan sengketa Pileg.
Beberapa sengketa yang dikabulkan MK berkaitan dengan prosedur yang tidak tepat saat pemungutan maupun penghitungan dan rekapitulasi suara.
Terdapat sejumlah putusan yang menonjol dalam perkara-perkara yang dikabulkan MK karena terkait Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah inkrah.
Pertama, terkait isu target 30 persen caleg perempuan yang harus didaftarkan partai politik pada setiap daerah pemilihan (dapil) sebagai syarat mengikuti pemilu.
Terkait isu ini, hanya terdapat satu gugatan ke MK, yakni dari PKS untuk pemilihan anggota DPRD provinsi di dapil Gorontalo 6.
MK kemudian memerintahkan KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di dapil tersebut karena KPU dinilai sengaja mengabaikan putusan MA terkait aturan 30 persen keterwakilan perempuan.
Kedua, MK memerintahkan PSU Pileg DPD RI 2024 di dapil Sumatera Barat berkaitan dengan eks koruptor Irman Gusman, yang dinilai Mahkamah seharusnya memenuhi syarat untuk mencalonkan diri.
3. Putusan 60/PUU-XXII/2024 (Aturan terkait Ambang Batas Pencalonan di Pilkada)
MK memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.
Hal tersebut sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora, yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut
d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 6,5% (enam setengah persen) di provinsi tersebut;
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".
Baca juga: Kaleidoskop 2024: Peristiwa Politik yang Menggemparkan, Prabowo-Gibran Dilantik hingga HUT RI di IKN
4. Putusan Nomor 69/PUU-XXII/2024 (Aturan terkait Kampanye Pilkada di Tempat Pendidikan)
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pengujian Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada), yang mengatur tentang larangan kampanye.
Putusan ini dimohonkan oleh dua mahasiswa, Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria, yang mengujikan Pasal 69 huruf i UU Pilkada terhadap Pasal 22E ayat (1), 28D ayat (1), dan 28C ayat (1) UUD 1945 ke MK.
Melalui putusan ini, MK telah mengatur kegiatan kampanye Pilkada di tempat pendidikan diperbolehkan, dengan syarat, mendapatkan izin dari penanggung jawab tempat pendidikan tersebut serta hadir tanpa membawa atribut kampanye.
Putusan ini dapat dimaknai sebagai harmonisasi atau sinkronisasi pengaturan hukum pemilu untuk hal-hal yang memiliki kesamaan antara pemilu dan pemilihan kepala daerah perlu untuk dilakukan.
Hal itu dikarenakan, menurut Mahkamah, secara konstitusional, konstruksi norma Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 tidak hanya sekadar dibaca bahwa pemilihan umum (pemilu) dilaksanakan untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan DPRD, tetapi juga harus dimaknai termasuk di dalamnya pemilihan kepala daerah.
5. Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023 (UU Cipta Kerja)
MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)
Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan dua orang perseorangan, yaitu Mamun dan Ade Triwanto yang berprofesi sebagai buruh.
Ada sebanyak 21 pasal UU Cipta Kerja yang diubah oleh MK melalui putusan ini. Perubahan itu merespons kekhawatiran mengenai perlindungan hak pekerja yang terancam oleh perimpitan norma antara UU Nomor 13 Tahun 2003 dan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Ciptaker.
Beberapa poin penting dari putusan ini, di antaranya, terkait pembatasan penggunaan tenaga kerja asing, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) paling lama lima tahun, PKWT dibuat tertulis serta harus menggunakan secara Bahasa Indonesia dan huruf Latin, alasan pemutusan hubungan kerja menjadi lebih variatif, batasan jenis pekerjaan yang dapat dibuat outsourcing, besaran pesangon, serta pengembalian opsi libur 2 hari dan 5 hari kerja seminggu untuk para pekerja.
Baca juga: Kaleidoskop 2024: Daftar OTT KPK Sepanjang Tahun yang Minimalis, Bupati Labuhan Batu Jadi Pembuka
6. Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Kepala Daerah 2024
Mahkamah Konstitusi sudah menerima total 313 permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah.
313 permohonan sengketa tersebut terbagi atas 23 permohonan tingkat gubernur, 49 permohonan tingkat walikota, dan 241 permohonan tingkat bupati.
Dari jumlah keseluruhan, berikut ini beberapa wilayah yang telah mengajukan permohonan sengketa Pilkada ke MK:
- Maluku Utara
- Papua Selatan
- Papua Pegunungan
- Papua Tengah
- Papua
- Sulawesi Tengah
- Papua Barat Daya
- Sulawesi Tenggara
- Sulawesi Selatan
- Sulawesi Utara
- Kalimantan Timur
- Jawa Tengah
- Jawa Timur
- Kepulauan Bangka Belitung
- Kalimantan Tengah
- Sumatera Utara
Sidang pendahuluan untuk kasus-kasus ini dijadwalkan mulai awal Januari 2025, yang akan ditangani oleh tiga panel hakim konstitusi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.