Pengamat Soroti Potensi Ketidakpastian Hukum terkait Vonis Harvey Moeis Cs di Kasus Korupsi Timah
Pengamat menyoroti adanya ketidakpastian hukum yang mencuat dalam vonis sidang kasus dugaan korupsi tata niaga timah dengan terdakwa Harvey Moeis Cs.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak menyoroti adanya ketidakpastian hukum yang mencuat dalam vonis sidang kasus dugaan korupsi tata niaga timah dengan terdakwa Harvey Moeis Cs.
Hal ini lantaran dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan dihitung sebagai kerugian negara dan dijadikan dasar tindak pidana korupsi.
Baca juga: Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Bui dan Denda Rp 1 Miliar di Kasus Korupsi Timah
Berkaca dari ini, Ali menegaskan kepastian hukum adalah kebutuhan utama bagi pelaku bisnis, termasuk di sektor tambang.
"Hal yang paling sulit di negeri ini adalah kepastian hukum. Padahal, hal yang paling dibutuhkan oleh pelaku bisnis adalah kepastian hukum. Hal ini memunculkan kontradiksi dan berpotensi memunculkan ketidakpastian bisnis di Indonesia," ujar Ali kepada wartawan, Selasa (24/12/2024).
Ia menjelaskan dalam bisnis tambang sudah diatur ketentuan dalam dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Ketentuan ini semestinya dijadikan dasar oleh pemerintah dalam penegakan hukum.
Perusahaan pemegang IUP memiliki tanggung jawab atas dampak lingkungan yang terjadi dengan melakukan penghijauan kembali atau pengelolaan lahan pasca tambang.
"Dalam bisnis tambang, sebenarnya sudah ada aturan jelas dalam IUP/IUPK. Tinggal pemerintah menegakkannya dan memberikan keadilan yang sama kepada para pelanggarnya," tambah Ali.
Ia pun mewanti-wanti, jika ketidakpastian hukum ini berlanjut, maka tak menutup adanya potensi gangguan iklim investasi dalam negeri, di tengah upaya pemerintah era Presiden Prabowo Subianto sedang gencar mendorong hilirisasi sektor energi dan menetapkan target pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Baca juga: Gestur Tubuh Harvey Moeis Berubah saat Hakim Eko Vonis 6,5 Tahun Penjara, Sempat Tundukkan Kepala
"Ketidakadilan dan ketidakpastian hukum ini jelas akan mengganggu iklim investasi usaha ke depan, termasuk sektor pertambangan yang sangat sensitif terhadap masalah hukum," katanya.
Pola Perhitungan Kerugian Negara Bentuk Ancaman bagi Para Pelaku Usaha Tambang
Terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar mengatakan, pola perhitungan kerugian negara dalam kasus PT Timah jadi bentuk ancaman bagi para pelaku usaha tambang.
Sebab mereka berpotensi dijerat dengan dalih yang sama.
"Pola perhitungan kerugian negara dalam kasus korupsi timah ini akan menjadi ancaman bagi pelaku usaha tambang. Mereka pun potensial bisa dijerat dengan dalih yang serupa," kata Bisman.
Menurutnya pengaitan dampak lingkungan dengan kerugian negara justru menciptakan kondisi ketidakpastian hukum.
Pemberantasan korupsi sektor tambang perlu didukung, namun di sisi lain pemerintah perlu menjamin kepastian hukum bagi pelaku usaha sektor apapun.
"Di satu sisi, kita mendukung pemberantasan korupsi sektor pertambangan, namun di sisi lain perlu jaminan dan kepastian hukum bagi pelaku usaha," tegas Bisman.
Vonis 6,5 Tahun
Harvey Moeis, suami Sandra Dewi divonis 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi timah.
"Menjatuhkan terhadap terdakwa Harvey Moeis oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan," ucap Hakim Ketua Eko Aryanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).
Selain pidana badan, Harvey Moeis juga divonis pidana denda sebesar Rp 1 miliar dimana apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.
Harvey Moeis pun divonis harus membayar uang pengganti Rp 210 miliar terkait kasus korupsi tata niaga komoditas timah.
Apabila Harvey Moeis tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita Jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta juga memutuskan untuk merampas semua aset Harvey Moeis yang sebelumnya disit Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus korupsi tata niaga komoditas timah.
Anggota Majelis Hakim Jaini Basir mengatakan, barang bukti berupa aset milik Harvey Moeis itu nantinya akan disita dan dirampas untuk negara.
"Majelis hakim berpendapat barang bukti aset milik terdakwa tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pengganti kerugian keuangan negara yang akan dibebankan terhadap terdakwa," kata Hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).
Tak hanya itu, Hakim juga sependapat dengan tuntutan yang sebelumnya dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait penyitaan aset milik Harvey Moeis tersebut.
"Menimbang terkait status barang bukti selebihnya majelis hakim sependapat dengan penuntut umum dalam tuntutannya," ucapnya.
Terkait aset ini, jauh sebelum perkara ini disidangkan, Kejaksaan Agung telah menyita aset-aset yang terafiliasi dengan Harvey Moeis.
Kejaksaan agung diketahui sebelumnya lima unit rumah yang berlokasi di Jakarta.
Lima rumah tersebut disebut sebagai aset Harvey Moeis.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.