Soal Pemberian Maaf Koruptor, Pengamat Ingatkan Pentingnya Keberanian Kepala Negara
Pengamat hukum dan politik Pieter C. Zulkifli menyebut pidato dan kebijakan Prabowo perlu dibarengi dengan tindakan nyata.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Erik S
Sebab, korupsi di Indonesia bukan hanya soal individu, melainkan masalah sistemik yang menuntut reformasi mendasar.
"Tanpa langkah nyata, lingkaran setan antara uang dan kekuasaan akan terus memengaruhi wajah politik Indonesia," katanya.
Pieter Zulkifli berharap Prabowo benar-benar memahami beratnya tanggung jawab seorang kepala negara.
"Indonesia butuh pemimpin yang berani, tegas, dan berpihak pada rakyat, bukan sekadar pidato kosong di podium internasional," tandasnya.
Penjelasan Menteri Hukum
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor tidak serta merta mendapatkan amnesti ataupun grasi.
Ia menjelaskan meskipun Presiden RI Prabowo Subianto memiliki hak untuk memberikan pengampunan kepada koruptor, tetapu tetap melalui proses pengawasan oleh Mahkamah Agung (MA) terkait grasi, serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam hal pemberian amnesti.
“Kalau melakukan grasi wajib minta pertimbangan ke MA. Sedangkan untuk amnesti, itu ke DPR. Artinya, perlu ada yang mengawasi sehingga adanya pertimbangan dari kedua institusi,” kata Supratman dalam keterangannya, Kamis (26/12/2024).
Mantan Ketua Badan Legislasi DPR ini menerangkan kalau pemerintah Indonesia akan mengupayakan hukuman yang maksimal bagi koruptor.
Di samping itu, pemerintah juga menekankan aspek pemulihan aset dalam kasus tindak pidana korupsi.
“Pemberian pengampunan bukan dalam rangka membiarkan pelaku tindak pidana korupsi bisa terbebas. Sama sekali tidak. Karena yang paling penting, bagi pemerintah dan rakyat Indonesia, adalah bagaimana asset recovery itu bisa berjalan. Kemudian kalau asset recovery-nya bisa baik, pengembalian kerugian negara itu bisa maksimal. Presiden sama sekali tidak menganggap (pengampunan koruptor) dilakukan serta merta,” ujar Supratman.
Menteri Supratman mengungkapkan pemberian pengampunan kepada koruptor maupun pelaku kejahatan lainnya adalah hak kekuasaan yudikatif, tetapi Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) memberikan hak konstitusional kepada presiden untuk memiliki kekuasaan yudisial tersebut.
Sebelum perubahan UUD 1945, kewenangan yudisial yang melekat kepada presiden sebagai kepala negara itu bersifat absolut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.