Pemerintah Hormati Putusan MK Hapus Presidential Treshold, Menkum: Bersifat Final dan Mengikat
Pemerintah, lanjut Supratman, akan berkoordinasi dengan DPR RI untuk membahas putusan tersebut dan perubahannya dalam Undang-undang Pemilu nanti.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Hukum Supratman Andi Agtas buka suara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan presiden dan wakil presiden.
Pemerintah, kata Supratman, menghormati dan akan mempelajari putusan tersebut.
"Pemerintah tentu menghargai putusan tersebut, dan kami akan pelajari terkait dengan semua putusannya, tapi di lain sisi nanti pemerintah tentu akan koordinasi terkait hal tersebut," kata Supratman, Kamis (2/1/2025).
Pasalnya, kata dia, di putusan MK itu, tidak dijelaskan kapan mulai berlakunya aturan tersebut apakah pada Pilpres 2029 atau 2034.
"Biasanya kan putusan itu menentukan ini berlaku pada saat pemilu akan datang, setelah saya lihat putusannya walaupun saya belum baca secara lengkap itu ngga ada, karena itu nanti akan kita pelajari secermat mungkin isi putusannya," katanya.
Pemerintah, lanjut Supratman, akan berkoordinasi dengan DPR RI untuk membahas putusan tersebut dan perubahannya dalam Undang-undang Pemilu nanti. Pemerintah juga kata Supratman berpandangan bahwa putusan MK itu bersifat final dan mengikat.
"Karena itu nanti kami tetap berpandangan bahwa putusan MK itu bersifat final dan mengikat," pungkasnya.
Baca juga: Kasus Polisi Indonesia Lakukan Pemerasan di DWP, Kompol Dzul Fadlan Didemosi 8 Tahun Gegara Perannya
MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wapres
MK dalam putusannya memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.
Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.
Baca juga: MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, Mahfud MD: Harus Diterima dan Ditaati Karena 2 Alasan
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.