Menang Gugatan Penghapusan Presidential Threshold, Mahasiswa UIN Jogja : Sempat Tidak Percaya Diri
Enika Maya Oktavia, Rizki Maulayan Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoirul Fatna berjuang menguji Pasal 222 UU Pemilu
Editor: Eko Sutriyanto
Ali turut menyinggung KPK yang memiliki pembimbing internal, termasuk Kaprodi HTN FSH, Gugun El Guyanie dan jaringan alumni yang kuat.
“Mereka berkreasi membangun jaringan untuk memperkuat argumentasi. Sehingga, kalau mereka memutuskan untuk tidak menggunakan pengacara, mereka merasa sudah cukup didampingi pendamping internal maupun eksternal,” jelas dia.
MASA DEPAN
Keempatnya kompak mengatakan pengajuan uji materiil itu bukan untuk pijakan mereka maju ke dunia politik di masa yang akan datang.
Mereka tidak yakin bisa terjun ke dunia politik dan saat ini masih memilih untuk menjadi akademisi.
“Keluarga saya tidak berkaitan dengan hukum, tidak ada yang masuk politik, kalau ditanya apa saya mau masuk jadi politisi? Tidak. Saya jawab sekarang tidak, untuk saat ini. Kalau ke depannya saya jadi Ahli HTN, atau jadi politisi, saya kurang tahu,” jelas Enika.
Jawaban yang sama dilontarkan Rizki, juga Tsalis dan Faisal.
“Nantinya apa jadi politisi? Tidak. Latar belakang keluarga saya tak ada yang di dunia politik. Baru saya juga yang jadi mahasiswa hukum. Putusan ini memang sesuai harapan, tapi bukan berarti kami ingin jadi politisi karena tujuan utama kami memajukan permohonan ini untuk mendorong lebih luas putra-putri Indonesia yang mungkin jalurnya menjadi politisi agar mereka punya akses yang sama,” tukasnya.
Dari sekian banyak pengajuan uji materiil tentang presidential threshold, baru kali ini MK mengabulkan gugatan tersebut.
Selain itu pihak yang mengajukan gugatan merupakan mahasiswa. Gugun pun menyebut ini adalah momentum yang monumental
"Kenapa ini monumental? Karena satu, banyak permohonan judicial review yang ditolak ya soal angka presidential threshold, yang kedua dikabulkannya ini mahasiswa dan kebetulan mahasiswa UIN," ujarnya.
Putusan itu menegaskan bahwa MK tidak berada di bawah kekuasaan oligarki atau disetir oleh kekuatan dinasti politik.
"Putusan ini membuat optimisme pendidikan demokrasi dan konstitusi. Karena anak-anak yang masih belajar di perguruan tinggi mempersoalkan satu pasal penting yang lebih dari 30 kali diuji di MK tidak pernah dikabulkan dan momen kali ini dikabulkan," ujarnya.
Diketahui dalam sidang di Ruang Sidang Pleno, Kamis (2/1/2025), MK memutuskan untuk menghapus ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagaimana tercantum dalam UU Pemilu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.