Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menteri Yusril Prediksi Presidential Threshold akan Batal Lagi Jika Ada Gugatan ke MK

Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah masih melakukan konsolidasi internal terkait putusan MK yang menghapus presidential threshold.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Menteri Yusril Prediksi Presidential Threshold akan Batal Lagi Jika Ada Gugatan ke MK
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin, (16/12/2024). 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah masih melakukan konsolidasi internal terkait putusan MK yang menghapus presidential threshold dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Pemerintah, kata Yusril, akan mendengarkan masukan dari semua pihak dalam melakukan perubahan terhadap Pasal 222 UU Nomor  17 Tahun 2017 tentang presidential threshold yang telah dibatalkan MK itu.

"Saya berkeyakinan tentu akan ada perubahan terhadap  Pasal 222 UU Pemilu  dan ini bisa muncul sebagai  inisiatif dari pemerintah, bisa juga muncul dari Dewan Perwakilan Rakyat," kata Yusril dalam siaran persnya, Selasa (7/1/2025).

Yusril melanjutkan, baik pemerintah dan DPR tentu akan mendengar semua masukan dan pertimbangan yang disampaikan semua pihak dan pemangku kepentingan yang ada.

Termasuk dari partai politik peserta pemilu dan partai politik non peserta pemilu, para akademisi, hingga tokoh-tokoh masyarakat.

"Bagaimana sebaiknya kita merumuskan satu norma baru pengganti pasal 222 UU Pemilu dengan rumusan-rumusan yang sesuai dengan perkembangan zaman ke depan dan pula sesuai dengan lima rekayasa konstitusional atau"constitutionalengineering" dalam pertimbangan hukum putusan MK," katanya.

Berita Rekomendasi

Yusril berpandangan setiap keinginan untuk kembali menghidupkan presidential threshold setelah adanya putusan MK, bisa-bisa saja disahkan oleh DPR.

Namun, Yusril meyakini jika pembatasan itu kembali muncul, maka MK akan membatalkannya.

"Kalau ada pihak yang kembali mengajukan pengujian kepada MK, saya dapat membayangkan atau meramalkan bahwa kemungkinan besar MK akan membatalkan kembali norma UU yang mengandung presidential threshold itu," katanya.

Sementara itu Yusril menilai dari sudut pandang akademik apabila menggunakan tafsir tematik dan sistematik dengan cara menghubungkan pasal-pasal pemilu dalam Pasal 22E UUD 45 dan pasal pengaturan tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A, yang menyatakan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu "sebelum dilaksanakannya pemilihan umum" (anggota DPR dan DPRD) sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 45, maka presidential threshold sejatinya memang tidak ada dan tidak mungkin akan ada. 

Tetapi, menurut dia, disitulah ada rekayasa konstitusional yang dilakukan pembentuk undang-undang untuk membatasi capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu. Rekayasa sebelumnya itu sebelumnya dibenarkan MK dengan alasan untuk "memperkuat sistem presidensial". 

Namun Putusan MK No 62/PUU-XII/2024 tanggal 2 Januari 2025 yang lalu justru mengubah pendirian MK selama ini. "Setelah 32 kali diuji, baru pada pengujian yang ke 33 MK mengabulkannya".

Jadi ada "qaul qadim" atau pendapat lama dan "qaul jadid" atau pendapat baru di MK, kata Menko Yusril mengutip istilah yang digunakan dalam hukum fikih Islam.

Menko Yusril menyatakan pemerintah menghormati putusan MK yang menyatakan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bertentangan dengan UUD 1945. 

"Apapun putusan yang diambil mahkamah, pemerintah akan patuh pada Mahkamah Konstitusi, dan kita tahu putusan MK adalah final dan binding dan tidak ada upaya hukum apa pun yang dapat dilakukan,"pungkasnya.

Seperti apa putusan MK soal presidential threshold beberapa waktu lalu ?

  • Pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
  • Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
  • Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.
  • Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.
  • Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas