Kesaksian Nelayan soal Pemasangan Pagar Laut: Dikerjakan Pagi sampai Siang, Pakai Kapal Kecil
Seorang nelayan bernama Trisno (45) mengaku sempat menyaksikan pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 km di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Febri Prasetyo
Awalnya keberadaan pagar laut itu diketahui dari laporan warga yang diterima Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten pada Agustus 2024.
Menurut Doni, pemagaran ruang laut merupakan tindakan melanggar aturan, terlebih dilakukan tanpa izin.
Pemagaran ruang laut merupakan pelanggaran karena mengganggu akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan terjadinya perubahan fungsi ruang laut.
Menurut Doni, larangan pemagaran laut ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga di level internasional.
"Tidak sesuai dengan praktek United Nations Convention on the Law of the Sea atau UNCLOS 1982, yaitu perjanjian internasional yang mengatur hukum laut,” ujarnya.
Pengumpulan Keterangan Sejak September 2024
Pada September 2024, KKP telah melaksanakan pengumpulan bahan dan keterangan terkait aduan masyarakat atas pemagaran di perairan Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang.
Pada 7 Januari 2025, KKP menggelar diskusi publik yang dihadiri 16 Kepala Desa yang terkait dengan isu pemagaran laut.
Dalam diskusi itu turut dihadiri perwakilan pemda Tangerang, Ombudsman, ahli pengelolaan pesisir dan analis pertanahan, hingga asosiasi nelayan.
“Diskusi ini menjadi langkah kolaboratif KKP bersama semua pihak untuk secepatnya menyelesaikan persoalan pemagaran laut di Tangerang, yang memang diindikasi melanggar peraturan,” ucap Doni.
Menurut Doni, berdasarkan hasil analisis peta citra satelit dan rekaman geotagging selama 30 tahun terakhir, area sepanjang 30 kilometer yang dipagar tersebut tidak pernah berbentuk daratan dan didominasi sedimentasi, bukan abrasi.
Oleh sebab itu, pemanfaatan area tersebut harus sesuai prosedur yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
"Di antaranya harus memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,” tutur Doni.
Ia juga menegaskan, Menteri Sakti Wahyu Trenggono berkomitmen menjadikan ekologi sebagai penglima dalam tata kelola sektor kelautan dan perikanan.
Maka kegiatan-kegiatan yang diindikasi ilegal, merugikan masyarakat, serta mengancam keberlanjutan ekosistem, mendapat perhatian penuh dari Menteri KP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.