Hasil Survei KPK: Suap dan Gratifikasi Makin Marak dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa
Alasan pemberian suap/gratifikasi sebagian besar adalah sebagai ungkapan terima kasih dengan persentase tertinggi mencapai 47,21 persen.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Survei yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyimpulkan suap dan gratifikasi masih marak terjadi di kementerian/lembaga (K/L) serta pemerintah daerah (Pemda).
Hal itu disampaikan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam acara Peluncuran Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 di Gedung Juang Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (22/1/2025).
"Suap dan gratifikasi masih terjadi, 90 persen di kementerian/lembaga, plus 97 persen pada pemerintah daerah (provinsi, kota dan kabupaten)," kata Pahala.
Ia menjelaskan, peningkatan tersebut bukan hanya berdasarkan laporan eksternal, tetapi juga pengakuan pihak internal yang mengalami lonjakan cukup tajam.
Baca juga: Rumahnya Sampai Digeledah KPK, Apa Peran Djan Faridz dalam Kasus Dugaan Suap Harun Masiku?
Sebanyak 36 persen responden internal yang telah disurvei mengatakan pernah melihat atau mendengar pegawai menerima pemberian dalam bentuk uang/barang/fasilitas dari pengguna layanan dalam satu tahun terakhir.
"Angka ini naik 10 persen dari tahun sebelumnya. Pegawai internal menyatakan pernah melihat suap dan gratifikasi dari pihak swasta atau masyarakat sebagai pengguna layanan," imbuhnya.
Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024 ini melibatkan 641 instansi, terdiri dari 94 kementerian/lembaga, 545 pemerintah daerah, dan 2 Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Total responden yang disurvei berjumlah 601.453 orang. Survei ini dilakukan menggunakan metode riset kualitatif dengan pendekatan computer-assisted personal interviews (CAPI) dan pembaruan data populasi.
Jika dilihat dari hasil survei, tutur Pahala, statistik menunjukkan pengguna layanan pernah memberikan sesuatu kepada petugas tanpa kesepakatan (gratifikasi) dan dengan kesepakatan (suap/pungutan liar).
Persentasenya pun hampir berimbang, yakni 50,05 persen untuk gratifikasi dan 49,95 persen dari suap atau pungli.
Pahala juga mengungkapkan pengadaan barang dan jasa tetap menjadi sektor yang paling banyak terlibat dalam kasus suap dan gratifikasi.
“Pengadaan barang dan jasa, seperti biasa, masih mendominasi seluruh suap dan gratifikasi, bahkan sekarang sudah ada di 97 persen kementerian/lembaga dan 99 persen Pemda,” bebernya.
Hasil survei menunjukkan bahwa 53 persen responden internal mengungkapkan adanya kualitas pengadaan barang yang rendah, vendor pemenang yang sudah diatur sebelumnya, dan praktik nepotisme yang meningkat hingga 30 persen.
“Yang tidak bermanfaat juga semakin banyak, nepotisme meningkat secara drastis 30 persen dan gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa meningkat 10 persen,” kata Pahala.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.