Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Klarifikasi Pertamina soal Praktik Oplos Pertalite Jadi Pertamax di Kasus Korupsi Minyak Mentah

Vice President Corcomm Pertamina, Fadjar Djoko Santoso membantah adanya praktik oplos produk pertalite menjadi pertamax yang dijual ke masyarakat.

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in Klarifikasi Pertamina soal Praktik Oplos Pertalite Jadi Pertamax di Kasus Korupsi Minyak Mentah
dok. Kompas
KORUPSI IMPOR MINYAK PERTAMINA - Kantor pusat PT Pertamina Patra Niaga di Jakarta. Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun di Pertamina tidak hanya berdampak pada BUMN, tetapi juga pada sektor migas yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian negara. Vice President Corcomm Pertamina, Fadjar Djoko Santoso menanggapi soal isu praktik oplos pertalite menjadi pertamax dalam pusaran kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023. Menurut Fadjar, produk Pertamina yang dijual ke masyarakat sudah sesuai dengan speknya masing-masing. Fadjar pun membantah adanya praktik oplos pertalite menjadi pertamax yang dilakukan Pertamina. 

TRIBUNNEWS.COM -  Vice President Corcomm Pertamina, Fadjar Djoko Santoso menanggapi soal isu praktik oplos pertalite menjadi pertamax dalam pusaran kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.

Menurut Fadjar, produk Pertamina yang dijual ke masyarakat sudah sesuai dengan speknya masing-masing.

Fadjar pun membantah adanya praktik oplos pertalite menjadi pertamax yang dilakukan Pertamina.

"Bahwa yang dijual di masyarakat itu adalah sesuai dengan spek yang sudah ditentukan oleh Dirjen Migas. RON 92 itu artinya RON 92, Pertamax. RON 90 itu artinya pertalite," kata Fadjar dilansir Kompas TV, Rabu (26/2/2025).

Lebih lanjut Fadjar menilai adanya miss komunikasi dari pernyataan yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi yang melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.

Menurut Fadjar, Kejagung lebih mempermasalahkan soal adanya pembelian RON 90 dan RON 92, bukan soal oplosan.

"Kan munculnya narasi oplosan juga enggak sesuai dengan yang disampaikan oleh Kejaksaan kan sebetulnya."

Berita Rekomendasi

"Jadi kalau di Kejaksaan kan kalau boleh saya ulang lebih mempermasalahkan pembelian 90 92, bukan adanya oplosan."

"Sehingga mungkin narasi yang keluar, yang tersebar jadi ada miss komunikasi disitu," jelas Fadjar.

Oleh karena itu Fadjar pun memastikan bahwa produk yang dijual Pertamina ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing.

"Tapi bisa kami pastikan produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing. 92 adalah pertamax, 90 adalah pertalite," imbuhnya.

Baca juga: Kejagung: Kerugian Negara Rp193,7 T Korupsi Pertamina hanya Tahun 2023, Prakiraan Tembus Rp968,5 T

Kejagung Akan Buka-bukaan soal Praktik Culas Bos Pertamina Patra Niaga Oplos Pertalite Jadi Pertamax

Kejagung menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menuturkan praktik lancung yang dilakukan oleh Riva ialah membeli Pertalite kemudian dioplos (blending) menjadi Pertamax.

"Modus termasuk yang saya katakan RON 90 (Pertalite), tetapi dibayar (harga) RON 92 (Pertamax) kemudian diblending, dioplos, dicampur," katanya saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025).

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas