Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aksi Jual Imbas Larangan Perdagangan Kripto di China Mereda, Harga Bitcoin ke Level 49.000 Dolar AS

Harga Bitcoin menembus level 49.000 dolar AS pada Rabu (22/12), menyusul aksi jual terkait larangan perdagangan kripto di China mungkin yang mereda.

Editor: Sanusi
zoom-in Aksi Jual Imbas Larangan Perdagangan Kripto di China Mereda, Harga Bitcoin ke Level 49.000 Dolar AS
Pexels / Worldspectrum
Ilustrasi bitcoin 

TRIBUNNEWS.COM - Harga Bitcoin menembus level 49.000 dolar AS pada Rabu (22/12), menyusul aksi jual terkait larangan perdagangan kripto di China mungkin yang mereda.

Mengacu data CoinDesk, harga Bitcoin pada Rabu (22/12) sempat menyentuh 49.574,10 dolar AS. Hanya, pada pukul 14.35 WIB, ada di 49.204,50 dolar AS atau naik 1,21 persen dibanding posisi 24 jam sebelumnya.

“Dengan Huobi menyelesaikan proses keluarnya dari China minggu lalu, tekanan jual dari Asia tampaknya melambat,” tulis Babel Finance, pemberi pinjaman kripto berbasis di Hong Kong Babel, dalam buletin mingguan, seperti dikutip CoinDesk.

Baca juga: Pasar Kripto Mulai Pulih, Harga Bitcoin, Ethereum hingga Shiba Inu Kompak Naik

Bursa kripto Huobi mengatakan pada September lalu, mereka akan memensiunkan semua pengguna yang ada di China akhir tahun ini, setelah Beijing mengumumkan langkah-langkah yang lebih keras terhadap perdagangan crypto.

Dunia dikejutkan dengan ledakan harga aset kripto Bitcoin yang menembus level US$ 19.319 pada Rabu sore 25 November 2020, atau hampir menyentuh kembali titik tertinggi yang pernah dicapainya pada 17 Desember 2017, US$ 20.089.
aset kripto Bitcoin  (The Independent)

Catatan yang lebih positif, pasokan Bitcoin yang tidak likuid telah meningkat sejak penurunan pada Mei lalu, mencapai di atas 14 juta, menurut data dari perusahaan data blockchain Glassnode.

Apa yang disebut pasokan tidak likuid menunjukkan total pasokan mata uang kripto tertua di dunia itu yang dipegang oleh entitas yang tidak likuid.

Baca juga: Kripto Made in Indonesia Realliq Ecosystem Resmi Meluncur

Dengan sekitar 70 persen dari Bitcoin dianggap sebagai “tidak likuid”, ini menunjukkan bahwa “pasokan BTC yang tersedia untuk dibeli oleh pendatang baru menurun”, menurut Babel Finance.

Berita Rekomendasi

"Ini akan sangat mendukung harga ketika sentimen bullish kembali," sebut Babel Finance, seperti dilansir dari Kontan dalam artikel Aksi Jual Mereda, Harga Bitcoin Menembus Level US$ 49.000

Naik-Turun Bitcoin Hingga Sentuh Level Tertinggi Sepanjang Sejarah pada 2021

Pergerakan harga aset kripto Bitcoin sepanjang tahun ini mengalami kenaikan dan penurunan cukup tajam, hingga menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah (all time high).

Mengutip CoinMarketCap, harga Bitcoin sempat menyentuh all time high pada 10 November 2021 di level 68.000 ribu dolar AS atau sekitar Rp 965 juta (kurs Rp 14.200).

Tercatat, harga Bitcoin pada awal Januari 2020 masih berada di posisi 29.000 dolar AS atau sekitar Rp 411 juta satu kepingnya.

Baca juga: Mulai 21 Desember, Biaya Transfer Antarbank Turun dari Rp 6.500 Jadi Rp 2.500, Ini Daftar Banknya


COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda (Manda) menyatakan, penguatan Bitcoin biasanya disebabkan beberapa hal seperti kepercayaan dari investor dan pemilik dari Bitcoin itu sendiri.

"Salah satu sentimen positif yang mendorong kali ini adalah pemberitaan terkait Mastercard yang merilis kartu kredit yang terintegrasi dengan kripto sebagai alat pembayaran di APAC. Pemberitaan yang naik di media terkait ini tentunya berpengaruh pada trust investor yang berdampak pada penguatan Bitcoin," kata Manda saat Bitcoin sentuh all time high.

Namun, penguatan harga Bitcoin tidak bertahan lama dan terus mengalami penurunan sejak 11 November 2021 ke level 65 ribu dolar AS, hingga ke posisi sekitar 46 ribu dolar AS pada 15 Desember 2021.

Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: Main Kripto dan Untung, Orangnya Harus Bayar Pajak

Penurunan harga Bitcoin, yang mulai menjauhi rekor tertinggi sepanjang sejarah dikarenakan adanya mutasi virus Covid-19 di Afrika Selatan dengan nama omicron.

"Varian omicron yang pertama kali muncul di benua Afrika membuat harga Bitcoin, serta aset kripto lainnya banyak terdiskon karena adanya aksi jual dari beberapa investor yang merasa panik dan was-was," kata CEO Indodax Oscar Darmawan beberapa waktu lalu.

Ia menilai koreksi harga aset kripto merupakan suatu hal yang wajar terjadi di dunia investasi, sehingga para investor khususnya investor pemula tidak perlu terlalu khawatir dengan penurunan tersebut.

"Ini sesuatu yang sehat justru di dunia kripto pada saat terjadi koreksi, karena itu membantu membangun momentum kripto bisa naik lebih tinggi setelahnya. Yang penting investor selalu menggunakan uang dingin untuk bertransaksi di aset kripto, dan saya selalu tekankan hal tersebut dimanapun ketika diminta untuk memberikan tips untuk memulai bertransaksi aset kripto," tutur Oscar.

Prospek Aset Kripto pada 2022

Manda menyampaikan, dalam beberapa hari ke belakang harga aset kripto seperti Bitcoin, Ethereum dan beberapa koin dengannkapitalisasi pasar besar sedang terkonsolidasi.

Tetapi, kata Manda, jika dilihat siklus aset kripto dari tahun-tahum sebelumnya, Bitcoin cenderung mengalami koreksi pada Desember atau akhir tahun.

"Menurut saya pribadi, ada kemungkinan beberapa waktu ke depan melanjutkan tren bullish hingga April 2022," ucap Manda.

Menurutnya, terdapat banyak faktor yang bisa mempergaruhi peta jalan aset kripto pada tahun depan.

Pertama, pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) yang semakin jelas dapat menunjukkan kinerja lebih baik untuk aset kripto pada 2022.

Kedua, dari sisi regulasi di Indonesia, yang mana Kementerian Perdsgangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) akan membuat bursa Kripto dan hal ini bisa meningkatkan kepercayaan investasi.

Baca juga: Inilah 5 Sosok yang Jadi Miliarder Dunia dari Bitcoin, dari Sam Bankman-Fried sampai Michael Saylor

"Publik akan merasa nyaman berinvestasi karena ada lembaga yang memberikan perlindungan dan pengawasan yang lebih jelas," paparnya.

"Ketiga edukasi dan penetrasi yang semakin luas. Diharapkan pada tahun depan, masyarakat sudah paham terkait potensi dari aset kripto dan ekosistem turunannya, sehingga transaksi perdagangan bisa tumbuh," sambung Manda.

Keempat, masa transisi meredanya kasus Covid-19 yang bisa berimbas pada naiknya investasi aset kripto.

"Ekonomi yang mulai membaik, masyarakat sudah mulai mencari portofolio baru untuk investasi mereka, dan kripto bisa menjadi salah satu pilihannya," ujar Manda.(Kontan/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas