Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Termasuk Aset Berisiko, Kripto Bergantung Juga ke Dolar AS, Investor Diminta Tidak Salah Perhitungan

Pengamat keuangan Ariston Tjendra mengatakan, kripto termasuk dalam kategori aset berisiko, meski memiliki tingkat imbal hasil tinggi.

Editor: Sanusi
zoom-in Termasuk Aset Berisiko, Kripto Bergantung Juga ke Dolar AS, Investor Diminta Tidak Salah Perhitungan
IST
Ilustrasi: Pengamat keuangan Ariston Tjendra mengatakan, kripto termasuk dalam kategori aset berisiko, meski memiliki tingkat imbal hasil tinggi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat keuangan Ariston Tjendra mengatakan, kripto termasuk dalam kategori aset berisiko, meski memiliki tingkat imbal hasil tinggi.

Karena risiko besar, maka di pasar keuangan belakangan ini investor terlihat keluar dari aset kripto, dan beralih ke dolar Amerika Serikat (AS) yang lebih aman.

"Kripto sebagai aset digital ternyata nilainya sangat berhubungan erat dengan dolar AS, ketika terjadi perubahan kebijakan, juga mengikuti. Harusnya kalau digital aset mengikuti dolar AS, buat apa dibentuk kripto ini? Tapi, kenyataannya begitu," ujarnya mengutip YouTube About Money, Senin (16/5/2022).

Baca juga: Demam Investasi Kripto Mulai Merambah Industri Modal Ventura Global, Ini yang Terjadi di Indonesia

Seperti diketahui, Bank Sentral AS telah menaikkan suku bunga, hingga mendorong penguatan mata uang Negeri Paman Sam.

Menurut dia, kenyataannya aset digital kripto berhubungan erat dengan dolar AS, terutama ketika The Fed melakukan perubahan kebijakan besar untuk mengendalikan inflasi.

"Ini mendorong para pelaku pasar atau investor di kripto juga keluar, dan masuk kembali ke dolar AS," kata Ariston.

Berita Rekomendasi

Dengan situasi perubahan kebijakan itu, dia menyarankan agar investor memperhitungkan dengan matang jika ingin masuk ke aset berisiko seperti kripto.

Baca juga: Pengamat: Kripto Luna Aset Berisiko, Ditinggal Investor saat The Fed Naikkan Suku Bunga

"Selalu perhitungkan risiko sebelum masuk pasar keuangan dan jangan taruh semua telur di satu keranjang," pungkasnya.

Harga Kripto LUNA Rontok, Investor Rugi, Begini Kondisi Tren Kripto di Tengah Keruntuhan Pasar

Dalam beberapa hari ini, dunia maya dihebohkan dengan runtuhnya pasar mata uang kripto dan cerita para investor yang mengalami kerugian. Tak tanggung-tanggung, kerugiannya hampir 100 % . Fenomena ini disebut 'cryptocrash'.

Jumat (13/05) pagi, Denis memantau investasinya di token Terra Luna (LUNA), salah satu mata uang kripto yang mengalami penurunan paling parah. Dia mengaku kerugiannya sudah menembus angka 99,99 % .

Baca juga: Kripto Terra Luna Pernah Duduki Posisi 6 Terbesar Dunia, Kini Sudah Tidak Berharga

"Terakhir cek, rugi 97 % dalam sehari. Hari ini sudah rugi 99,99 % ," kata Denis kepada BBC News Indonesia. Dia meminta namanya disamarkan.

Meski mengalami kerugian besar, Denis mengaku tidak ambil pusing karena jumlah uang yang dia investasikan pada LUNA tidak besar. Uang yang dia gunakan pun merupakan uang dingin, artinya bukan uang yang dia gunakan untuk kebutuhan apapun.

Di Twitter, beberapa orang juga menceritakan kerugiannya atau orang terdekatnya. Jumlahnya beragam, ada yang rugi Rp6 juta, Rp100 juta, bahkan sampai miliaran rupiah. Namun, BBC Indonesia belum bisa memverifikasi informasi tersebut.

Tidak hanya Indonesia, semua investor LUNA di berbagai negara juga mengalami hal yang sama. Di forum komunitas Reddit, beberapa orang menyinggung soal bunuh diri terkait kerugian investasi LUNA.

Bahkan sempat beredar kabar ada delapan kasus bunuh diri terkait kejatuhan nilai koin kripto tersebut. Namun, itu diklaim sebagai informasi palsu karena tidak memiliki data yang valid.

Tidak ada kepastian

Peneliti dari Institute for Development of Economis and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan kepanikan yang terjadi saat ini bukanlah sesuatu yang berlebihan. Dia menilai kepanikan sebagai hal dan wajar dan turut prihatin dengan investor yang harus merugi.

Kepala pusat Inovasi dan Ekonomi Digital INDEF itu mengatakan sebagian besar pasar kripto memang "tidak ada kepastian" dan harganya "sangat fluktuatif".

"Aset kripto ini risikonya sangat tinggi. Tidak bisa diprediksi secara tepat," kata Nailul Huda kepada BBC News Indonesia, Jumat (13/05). Apalagi perubahan harga pada aset-aset kripto, kata Huda, bisa sangat drastis, hanya dalam hitungan jam saja.

Mengapa terjadi 'cryptocrash' dan seberapa tidak pastinya pasar kripto?

Jatuhnya harga aset-aset kripto disebabkan oleh sentimen negatif pasar keuangan global, terutama kenaikan inflasi di AS. Pada Maret 2022, inflasi AS mencapai 8,5 % , level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Akibatnya, Bank Sentral AS, The Fed, menaikkan suku bunga acuan.

Sentimen lainnya berasal dari kondisi pandemi Covid-19 di China. Kebijakan nol Covid dan lockdown ketat juga memicu inflasi di negeri tirai bambu. Pada April 2022, inflasi China mencapai 2,1 % , tertinggi sejak 2021.

Baca juga: Kata Trader Kripto soal Harga UST dan LUNA yang Tidak Stabil

Sentimen-sentimen itu membuat investor melepas aset-aset berisiko seperti kripto dan saham.

Cryptocrash terjadi ketika token-token populer kripto kehilangan 99 % nilainya. Bahkan, koin-koin yang termasuk dalam stablecoin juga terkena imbasnya.

Stablecoin adalah jenis mata uang kripto yang dibuat untuk menawarkan harga yang stabil dan didukung oleh aset cadangan, seperti dolar AS atau emas.

Dikutip dari BBC News, nilai pasar gabungan dari semua mata uang kripto sempat mencapai US$1,12 triliun (Rp 16.363 triliun) pada Kamis (12/05), sekitar sepertiga dari nilai pada November, dengan kerugian mencapai lebih dari 35 % pada minggu ini saja.

Satu Bitcoin sekarang bernilai sekitar US$27.000 (senilai Rp394 juta), nilai terendah sejak Desember 2020. Pada akhir tahun lalu, Bitcoin sempat menyentuh angka tertinggi US$70.000 (senilai lebih dari Rp1miliar). Padahal Bitcoin termasuk jenis stablecoin.

Ethereum, koin terbesar kedua berdasarkan nilai, telah kehilangan 20 % nilainya dalam 24 jam.

Tether, stablecoin paling populer, juga jatuh dari patokan dolar AS ke level terendah sepanjang masa US$0,95 (senilai Rp13.886,15).

Terra USD (UST), yang biasanya stabil, juga ikut terguncang. Pada Kamis (12/05) UST turun menjadi US$0,4 (senilai Rp5.486), menurut situs web perdagangan Coin Market Cap. Huda menjelaskan, turunnya harga UST disebabkan harga Bitcoin yang rencananya digelontorkan untuk membeli UST juga turun.

Penurunan UST pun mau tak mau mempengaruhi penurunan LUNA, yang dijadikan penopang sebagian besar nilai UST sekaligus sister coin-nya. LUNA turun dari level tertingginya US$118 (senilai Rp1,7 juta), pada bulan lalu, menjadi US$0,09 (senilai Rp1.300) pada hari Kamis (12/05).

Investor yang panik langsung menarik diri dari mata uang kripto utama. Akibatnya, pasar kripto anjlok.

Investor kripto di Indonesia melonjak dalam beberapa tahun terakhir

Pasar mata uang kripto memang memiliki risiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi. Sayangnya, menurut Huda, risiko yang tinggi itu belum banyak disadari oleh para investor, terutama di Indonesia.

"Masyarakat ini kebanyakan FOMO, fear of missing out, jadi enggak mau ketinggalan zaman, mereka enggak menyadari bahwa asset kripto ini risikonya ini sangat tinggi, meski menang return-nya juga tinggi," ujar Huda.

Misalnya saja Bitcoin. Pada Desember 2017, harganya US$20.089 (senilai Rp272 juta), tapi pada 2021, harga tertingginya menyentuh US$64.804 (setara dengan Rp939 juta).

Keuntungan fantastis dalam waktu singkat memang menjadi salah satu daya tarik untuk berinvestasi kripto. Belum lagi soal iming-iming di masa depan yang mengatakan bahwa mata uang kripto adalah mata uang masa depan.

Kenaikan harga seperti yang dialami Bitcoin, kata Huda, membuat jumlah investor kripto di Indonesia melonjak tajam, meskipun di masa pandemi Covid-19.

Kemendag menyatakan perdagangan aset kripto di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada 2020, nilai transaksi asset kripto di Indonesia sebesar Rp64,9 triliun dan pada 2021 jumlahnya meroket hingga Rp859,4 triliun.

Sampai Februari lalu, Kemendag mencatat jumlah investor kripto bahkan sudah menembus angka 12,4 juta. Padahal Huda mengatakan sekitar akhir tahun lalu, jumlahnya masih berada di angka sekitar 9 juta.

"Perkembangan yang luar biasa ini perlu untuk terus dikawal Bersama agar perdagangan fisik aset kripto di Indonesia tetap berada di koridor yang benar," kata Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga dalam webinar Diskusi Kripto Terkini pada 28 Maret 2022, dikutip dari situs resmi Kemendag.

Bagaimana masa depan kripto di Indonesia?

Huda mengatakan jumlah investor kripto di Indonesia saat ini sudah jauh melampaui jumlah investor di pasar modal. Pada 2021, Bursa Efek Indonesia mencatat ada 7,47 juta Single Investor Identification (SID). Padahal jumlah itu saja sudah mengalami peningkatan sekitar 92 % dari 2020.

Kemendag memperkirakan perdagangan asset kripto di Indonesia akan terus berkembang karena jumlah perusahaan terdaftar yang memperdagangkan asset kripto pun semakin bertambah.

Tren investasi kripto di Indonesia juga "masih akan melonjak", kata Huda. Apalagi kebanyakan investor kripto merupakan milenial dan generasi Z.

"Mereka mencari alternatif investasi selain saham. Jatuhnya pasti akan ke aset kripto," kata Huda.

Sejauh ini, Indonesia menetapkan kripto sebagai komoditas atau aset, bukan alat pembayaran seperti yang sudah diterapkan di beberapa negara.

Kemendag melalui Bappebti telah menerbitkan sejumlah regulasi terkait aset kripto. Persyaratan penerbitan aset kripto untuk dapat diperdagangkan di Indonesia diatur dalam Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas