Terseret Perseteruan Elon Musk VS Twitter, Penemu Botometer Angkat Suara
Twitter sendiri telah menggugat Elon Musk, sebagai upaya untuk memaksa miliarder ini agar menyelesaikan kesepakatan.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Salah satu penemu Botometer, alat yang dapat mendeteksi akun bot di Twitter, Kaicheng Yang cukup terkejut usai Botometer disebut dalam dokumen pengadilan di tengah pertempuran hukum antara Twitter dan Elon Musk.
Pertempuran hukum ini terjadi setelah orang terkaya dunia ini menarik diri dari kesepakatan senilai 44 miliar dolar AS untuk membeli perusahaan media sosial tersebut.
Dilansir dari CNN, Musk baru-baru ini menuduh Twitter berbohong mengenai jumlah akun bot yang beredar di platform online tersebut. CEO Tesla ini berpendapat ia bisa meninggalkan kesepakatan itu, jika Twitter tidak bisa memberikan informasi yang akurat terkait akun bot.
Baca juga: Jual Aset Kripto hingga 75 Persen, Tesla Mengaku Masih Punya Bitcoin Senilai 222 Juta Dolar AS
Twitter sendiri telah menggugat Elon Musk, sebagai upaya untuk memaksa miliarder ini agar menyelesaikan kesepakatan.
Jawaban Musk atas gugatan Twitter, yang diumumkan pada hari Jumat (5/8/2022) lalu, menyatakan tim Elon Musk menggunakan Botometer untuk menganalisis jumlah bot di platform Twitter.
Berdasarkan analisisnya, Musk mengklaim selama minggu pertama di bulan Juli, akun bot spam menyumbang 33 persen dari akun yang terdapat di platform itu, dan sekitar 10 persen dari pengguna aktif harian yang dapat dimonetisasi selama periode tersebut.
Sementara Twitter mengklaim akun bot yang beredar di platformnya sekitar 5 persen dari pengguna aktif hariannya yang dapat dimonetisasi.
Salah satu penemu Botometer, Kaicheng Yang mengaku terkejut karena orang terkaya di dunia ini telah menggunakan Botometer, alat yang tersedia secara gratis untuk umum, alih-alih mengerjakan orang untuk membangun alat pendeteksi akun bot yang lebih canggih.
"Sejujurnya, Anda tahu, Elon Musk benar-benar kaya, bukan? Saya berasumsi dia akan menghabiskan uang untuk mempekerjakan orang untuk membangun beberapa alat atau metode canggih sendiri," ujar pria yang juga berprofesi sebagai peneliti di Observatorium Media Sosial Universitas Indiana.
Twitter berulang kali berpendapat, beredarnya akun bot di platformnya tidak berhubungan dengan penyelesaian kesepakatan. Perusahaan media sosial ini memberikan balasan atas klaim Musk, dengan mengungkapkan bahwa Botometer menggunakan metode yang berbeda dengan Twitter untuk mendeteksi akun bot.
Baca juga: Istrinya Diduga Selingkuh dengan Elon Musk, Pendiri Google Sergey Brin Cabut Investasi dari Tesla
Sementara menurut keterangan Yang, Botometer memang mendeteksi akun bot dengan cara yang berbeda.
Alat ini tidak dapat menunjukkan apakah suatu akun itu palsu atau bukan, namun sebagai gantinya Botometer akan menunjukkan seberapa besar kemungkinan akun itu dikelola menggunakan perangkat lunak, dengan menggunakan berbagai pertimbangan seperti waktu yang digunakan saat membuat tweet.
Botometer memberikan skor dari nol hingga lima, yang menunjukkan apakah akun tersebut dijalankan oleh manusia atau bot.
Perbedaan cara untuk mendeteksi akun bot menyoroti apa yang menjadi tantangan utama dalam pertarungan hukum Musk dan Twitter, yaitu tidak adanya definisi yang jelas mengenai akun bot.