Industri Perbankan Bergejolak, Anggota Parlemen Uni Eropa Serukan Larangan Kripto
Anggota parlemen Eropa, Johan Van Overtveldt, mendesak pemerintah negara-negara Uni Eropa untuk melarang cryptocurrency seperti Bitcoin.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, BRUSSEL - Anggota parlemen Eropa, Johan Van Overtveldt, mendesak pemerintah negara-negara Uni Eropa untuk melarang cryptocurrency seperti Bitcoin.
Seruan ini datang di tengah krisis yang dipicu oleh kegagalan beberapa layanan perbankan, termasuk dua bank ramah kripto di Amerika Serikat yaitu Silvergate dan Silicon Valley Bank.
“Pelajaran lain yang bisa dipetik dari gejolak perbankan saat ini. Terapkan larangan ketat pada cryptocurrency,” cuit anggota parlemen Eropa itu pada Jumat (17/3/2023), dikutip dari Bitcoin News.
“Racun spekulatif dan tidak ada nilai tambah ekonomi atau sosial. Jika pemerintah melarang narkoba, itu juga harus melarang crypto,” tambahnya.
Van Overtveldt adalah jurnalis dan politisi Belgia dari partai New Flemish Alliance (N-VA), yang menjabat sebagai menteri keuangan Belgia pada 2014 hingga 2018, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Charles Michel.
Dia terpilih menjadi anggota Parlemen Eropa pada 2019, dan mengetuai Komite Anggaran dan mewakili kelompok Konservatif dan Reformis Eropa (ECR) di Komite Urusan Ekonomi dan Moneter (ECON).
Pernyataan Overtveldt tentang cryptocurrency datang menyusul runtuhnya tiga bank di AS, dengan dua diantaranya terlibat dalam ruang kripto, Silvergate Bank dan Silicon Valley Bank.
Dampak dari kegagalan ini bahkan sampai ke Eropa, hingga mempengaruhi Credit Suisse, salah satu bank investasi besar di kawasan itu.
Baca juga: Harga Bitcoin Diramal Naik Jadi 1 Juta Dolar AS, Investor Diminta Bersiap
Eropa belum secara komprehensif mengatur ekonomi kripto dengan memberlakukan paket legislatif yang disebut Markets in Crypto Assets (MiCA).
Institusi UE dan negara anggotanya menyetujui proposal tersebut pada musim panas lalu. Proposal itu memperkenalkan aturan untuk penyedia layanan kripto di seluruh blok beranggotakan 27 negara itu.
Kawasan Uni Eropa terdiri dari 27 negara, yaitu Austria, Belanda, Belgia, Bulgaria, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Jerman, Perancis, Hongaria, Irlandia, Italia, Kroasia, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Malta, Polandia, Portugal, Rumania, Siprus, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, dan Yunani.
Baca juga: Industri Kripto: Ambruknya SVB Tak Berdampak Langsung ke Pasar Indonesia
Pada bulan lalu, eksekutif Uni Eropa meminta adanya aturan modal yang ketat bagi bank yang memegang aset kripto agar dikembangkan dengan cepat dalam undang-undang perbankan Uni Eropa yang tertunda.
Hal tersebut harus dilakukan jika Eropa ingin menghindari tenggat waktu yang disepakati secara global.
Komite Basel regulator perbankan global dari pusat-pusat keuangan utama dunia telah menetapkan tenggat waktu Januari 2025 untuk mengimplementasikan persyaratan modal bagi eksposur bank terhadap aset kripto seperti stablecoin dan bitcoin.
Baca juga: Dampak Keruntuhan SVB, Investor Kripto Beralih ke Bursa Terdesentralisasi
"Pada saat ini, bank memiliki eksposur ke aset kripto yang sangat rendah dan hanya keterlibatan terbatas dalam menyediakan layanan terkait dengan aset kripto," kata Komisi Eropa dalam makalah diskusi informal.
Berdasarkan makalah tersebut, bank-bank telah menyatakan minat mereka untuk memperdagangkan aset kripto atas nama pelanggannya dan untuk menyediakan layanan terkait dengan aset kripto.