Menteri Airlangga Bicara Mobil Listrik yang Ideal di Indonesia
Berbicara mengenai kendaraan listrik, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebut ada satu tipe yang jadi kriteria ideal bagi pemerintah.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah kini masih berupaya merampungkan Peraturan Presiden tentang Program Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Untuk Transportasi Jalan.
Dengan adanya Perpres tersebut, maka dunia industri punya petunjuk yang jelas mengenai pengembangan kendaraan masa depan ini.
Berbicara mengenai kendaraan listrik, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebut ada satu tipe yang jadi kriteria ideal bagi pemerintah.
Tipe tersebut adalah plug-in. "Electric vehicle yang ingin kita dorong adalah plug-in. Jadi bukan hybrid," kata Airlangga di Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Menurut Airlangga, plug-in adalah jenis mobil ramah lingkungan yang tidak menghilangkan sepenuhnya peran bahan bakar.
Baca: AirNav Indonesia Lanjutkan Uji Validasi Navigasi Penerbangan Bandara Kertajati
Sehingga tipe ini dianggap cocok di tengah masih terbatasnya infastruktur kendaraan listrik di Indonesia.
"Plug-in ini ada combustion engine, tapi fungsinya hanya sebagai generator untuk menghasilkan listrik, bukan sebagai power drive. Untuk power drive sudah 100 persen menggunakan electric vehicle," ujar Airlangga.
Menurut Airlangga, bahan bakar yang nantinya digunakan bisa memanfaatkan energi terbarukan, contohnya minyak dari sisa kelapa sawit.
Saat ini pemerintah tengah menguji coba bahan bakar tersebut di Pelalawan, Riau. Uji coba mengacu hasil riset yang telah dilakukan universitas di Jepang dan Jerman.
"Bahan bakar kalau dari sejarah kan dari gangga yang ditekan di bumi ratusan tahun. Sekarang proses itu di bye pass dari alga. Alga ditaruh di suatu drum, setelah itu alganya ditumbuh kembangkan, untuk kemudian diekstrak guna menghasilkan oil. Ini yang kita sedang kembangkan di Pelalawan," ucap Airlangga.
Jika nantinya dapat direalisasikan, Airlangga menyatakan pemerintah menargetkan jumlah kendaraan listrik yang beredar di Indonesia bisa mencapai 20 persen dari total keseluruhan paling lambat 2025.