Mau Terapkan Euro 4, Tapi Pertamina Tetap Harus Pasok Premium
Badan Pengatur Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pernah menyatakan kelangkaan premium terjadi di sejumlah daerah di Sumatera seperti Lampung dan Riau.
Editor: Choirul Arifin
"Artinya, kuota masih mencukupi, namun jika diperlukan penambahan kuota premium, dapat dilakukan penambahan tanpa merubah APBNP karena premium adalah BBM non subsidi," imbuhnya.
Pengamat energi dari UGM, Fahmy Radhi bilang Pertamina cenderung mengelak untuk menjalankan penugasan distribusi BBM lantaran di tengah kenaikkan harga minyak dunia Pemerintah tidak menaikkan harga BBM.
Untuk menekan potensi penurunan pendapatan, Pertamina melakukan berbagai manuver termasuk pengurangan pasokan Premium sehingga menyebabkan kelangkaan BBM di sejumlah daerah.
Pertamina juga menaikkan harga Pertalite yang menyebabkan disparitas harga Pertalite dan Premium menjadi menganga sebesar Rp. 1.450 per liter. Dampaknya, terjadi remigrasi ke Premium sehingga meningkatkan permintaan Premium.
Dalam kondisi tersebut, Pertamina tidak menambah pasokan Premium untuk antisipasi remigrasi sehingga kelangkaan Premium semakin parah.
Pertamina justru gencar mengkampanyekan penghapusan premium sebagai upaya mengurangi potensi kerugian dengan dalih pemberlakuan Euro-4. Padahal, batas akhir waktu penetapan Euro-4 pada 2022.
"Kalau dipaksakan Premium dihapus sekarang akan menimbulkan resistensi dari konsumen, utamanya kosumen kelas bawah," kata Fahmy ke Kontan.co.id pada Minggu (8/4/2018).
Baca: Tak Gentar dengan Sikap Agresif Tiongkok di Laut China Selatan, Jepang Aktifkan Lagi Unit Marinirnya
Baca: China Berang, Bersumpah Balas Tindakan Amerika Jika Kenakan Tarif Tambahan 100 Miliar Dolar
Penghapusan Premium juga akan mengacaukan program BBM Satu Harga, yang baru berlangsung.
"Masak, rakyat di Indonesia Timur yang baru menikmati harga Premium Rp. 6.450 harus dipaksa menggunakan Pertalite dan Pertamax yang harganya jauh lebih mahal," imbuh Fahmy.
Selain itu, penghapusan Premium juga akan memicu meroketnya inflasi pada saat harga minyak dunia membumbung tinggi.
Dampak inflasi, harga-harga kebutuhan pokok semakin membengkak, yang semakin menurunkan daya beli masyarakat dan semakin memberatkan bagi rakyat miskin, berpendapatan tetap.
Menurut Fahmy, berbagai upaya yang dilakukan Pertamina untuk mengurangi potensi kerugian sesungguhnya sebagai bentuk pembangkangan Pertamina terhadap Penugasan distribusi BBM.\
"Sebagai National Oil Company, Pertamina tidak seharusnya semata-mata berorientasi profit, tetapi juga harus berorientasi pada peningkatan daya beli masyarakat dan mengurangi beban rakyat," tegas Fahmy.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.