Strategi Cepat Ubah Konsumsi Mobil Berbahan Bakar Fosil ke Listrik
Meski telah memiliki payung regulasi yang jelas mengenai kendaraan listrik namun masa transisinya dinilai tak akan berjalan cepat.
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski telah memiliki payung regulasi yang jelas mengenai kendaraan listrik namun masa transisinya dinilai tak akan berjalan cepat.
COO Maxindo Renault Indonesia, Davy J Tuilan mengungkap ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mempercepat masa transisi dari kendaraan berbahan bakar ke listrik.
Cara pertama yang harus dilakukan pemerintah ialah mengedukasi mengenai kelebihan kendaraan listrik.
"Orang Indonesia itu harus dikasih tahu bahwa mobil listrik ini enaknya luar biasa. Satu hening. Kedua tarikannya sama kayak tarikan mobil remot control atau kontan, ngga ada lagi yang namanya gardan langsung dari mesin bet jalan. Kemudian yang ketiga ramah lingkungan," tutur Davy saat di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (19/10/2019).
Edukasi mengenai kendaraan listrik ini harus mulai ditanamkan oleh para pelaku industri otomotif, media berita dan pemerintah.
Langkah kedua mengenai penyediaan infrastruktur seperti charging station.
Saat ini pemerintah telah memulai bekerjasama dengan para pelaku usaha untuk menghadirkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
"Kalau dulu hotel ngga ada Wifi-nya ngga keren, nanti hotel yang tidak ada charging stationnya itu yang ngga keren. Nanti mall juga harus ada charging stationnya. Ini nanti akan jadi persaingan bisnis. Misal di Plaza Senayan ngga ada charging station tapi di Pacific Place ada, orang-orang bisa kesitu," tambah COO Maxindo Renault Indonesia.
Baca: Mobil Listrik Anyar Toyota dan Lexus Akan Mendebut di Tokyo Motor Show 2019
Strategi ketiga yang juga masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pelaku industri dan pemerintah ialah mengenai harga.
Agar kendaraan listrik dapat dijangkau oleh masyarakat umum, tipe hatchback maupun kendaraan kecil tipe lainnya akan menjadi solusi mempercepat transisi.
Yang ketiga PR paling besar itu harga, karena harga baterai masih sangat mahal.
"Kalau harganya Rp 500 juta, Rp 600 juta berat. Jadi harga ini yang menjadi PR, makanya pemerintah mati-matian memberi insentif. Import duty di nol-in, PPnBM di nol-in supaya murah. Itu pun setelah di nol-in masih mahal. Kalau semua itu beres, saya rasa transisinya di Indonesia sukses," terang Davy.