Pengusaha Sawit Minta Sosialisasi Sebelum Terapkan Zero ODOL dan Jangan Ada Diskriminasi
Pengusaha sawit minta dalam penerapan Zero ODOL perlu sosialisasi yang dilakukan secara bertahap dan harus ada asas keadilannya.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku industri di Indonesia melihat kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) bukan satu-satunya cara untuk mengurangi kerusakan jalan dan kecelakaan berkendara.
Sebelum mengambil kesimpulan pasti bahwa ODOL telah merusak jalan dan penyebab kecelakaan, pemerintah diminta melihat dulu langsung apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.
“Truk-truk yang kami pakai itu tahun 90-an, dan selama ini dipakai untuk mengangkut sawit seberat 9-10 ton untuk truk kecil dan 20-22 ton truk yang agak besar. Tapi nyatanya, sudah 30 tahun kami gunakan truk-truk itu tidak pernah rusak karena memang dirawat dengan baik,” ujar Wakil Ketua Umum 1 Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Kacuk Sumarto, Jumat (27/3).
Padahal, kata Kacuk, spesifikasi teknik di buku keur, truk kecil itu hanya bisa mengangkut beban seberat 3,5 ton, dan truk agak besar 8,5 ton.
“Nah, kenapa tidak spesifikasi teknisnya saja yang diubah atau dinaikkan tapi meminta para pengusaha untuk melakukan perawatan terhadap truk-truk itu,” ucapnya.
Baca juga: Penegakan ODOL, 15 Truk di Aceh Dipotong karena Tak Sesuai Standar
Mengenai kerusakan jalan, dia mengatakan pemerintah seharusnya melihat langsung ke lapangan apakah kerusakan jalan itu memang semua disebabkan truk-truk ODOL saja, atau memang karena pembangunan jalannya yang tidak sesuai spesifikasi teknisnya. “Ini harus dilihat dulu kenyataannya di lapangan,” katanya.
Baca juga: Wah, Tahun Ini Ada 1.000 Truk ODOL yang Akan Dinormalkan Baknya dengan Cara Dipotong
Secara umum, dengan Zero ODOL, jumlah truk yang melalui jalan-jalan nasional baik provinsi, kabupaten akan semakin banyak, bisa naik lebih dari 2 kalinya.
Demikian juga truk-truk tangki pengangkut CPO-nya.
Menurut Kacuk, kondisi ini juga akan mengakibatkan antrean truk-truk di pelabuhan yang membuat tempat tuang ke tangki-tangki timbun akan makin bertambah.
“Dengan bertambahnya jumlah truk dijalan raya ini tentu saja akan menambah kepadatan di jalan raya bertambah, karena panjang dan luas jalannya ya segitu-segitu saja.
Karena itu, potensi untuk merusak jalannya juga akan semakin besar karena truk-truk yang berhenti akibat kepadatan di jalan sehingga akan menekan menekan badan jalan itu lebih berat lagi,” tukasnya.
Yang tidak kalah penting lagi adalah, pemerintah juga harus mempersiapkan jalan-jalan yang mampu dilalui truk-truk yang bermuatan 10-40 ton, baik di jalan kabupaten maupun jalan provinsi.
“Kalau kapasitas jalannya tidak sesuai dengan beban kendaraan yang melaluinya, tentunya akan rusak.