Pemerintah Dinilai Belum Siap Hadapi Peralihan Penggunaan Kendaraan Bahan Bakar Minyak ke Listrik
indikasi ketidaksiapan pemerintah untuk sementara ini yakni karena belum ada manufaktur kendaraan listrik di Indonesia, motor maupun mobil
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menyatakan, pemerintah belum siap sama sekali menggantikan kendaraan Bahan Bakar Minyak (BBM) ke listrik.
Dia menjelaskan, indikasi ketidaksiapan pemerintah untuk sementara ini yakni karena belum ada manufaktur kendaraan listrik di Indonesia, motor maupun mobil.
"Pabrik baterai baru dimulai, dan infrastruktur (kendaraan listrik) di seluruh wilayah Indonesia belum ada sama sekali," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Minggu (17/10/2021).
Kemudian, lanjut Fahmy, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai pada 12 Agustus 2019 belum efektif.
Sebab, aturan terkait kendaraan listrik tersebut belum mampu banyak mendorong investor dalam menghasilkan mobil dan motor listrik.
"Industri juga belum siap, bahkan ada resistensi existing manufaktur terhadap mobil listrik masih sangat kuat. Apalagi harga jual mobil listrik akan lebih mahal ketimbang mobil berbahan bakar fosil," katanya.
Selain itu, dia menambahkan, jika mobil listrik hanya menggantikan versi BBM sebagai subtitusi, maka pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi tidak banyak.
Baca juga: Wika Manufaktur Ekspor Perdana Skuter Listrik Gesits ke Senegal
Menurut Fahmy, tidak mudah bagi pemerintah untuk mengubah perilaku masyarakat dalam penggunaan mobil listrik.
"Sebaiknya jangan memaksakan menjadikan mobil listrik sebagai subtitusi mobil berbahan bakar fosil, lebih baik keduanya merupakan pelengkap satu sama lain. Serahkan kepada konsumen untuk memilihnya," pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah Republik Indonesia berencana menyetop penjualan kendaraan bermotor berbahan bakar bensin.
Hal itu disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam keterangan pers, Kamis (14/10/2021).
Arifin mengungkap pemberhentian penjualan mobil dan motor konvensional ditargetkan berlaku mulai 2040.
Penjualan Kendaraan Bermotor Konvensional Bakal Dihentikan pada 2040
Pemerintah Republik Indonesia berencana menyetop penjualan kendaraan bermotor berbahan bakar bensin.
Hal itu disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam keterangan pers, Kamis (14/10/2021).
Arifin mengungkap pemberhentian penjualan mobil dan motor konvensional ditargetkan berlaku mulai 2040.
Menurutnya, hal ini komitmen pemerintah dalam mewujudkan nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060.
"Transformasi menuju net zero emission menjadi komitmen bersama kita paling lambat 2060," kata Menteri Arifin.
Ia menuturkan sejumlah target yang akan dicapai di tahun 2040 selain penjualan kendaraan motor konvensional.
"EBT sudah mencapai 71 persen, tidak ada PLT Diesel yang beroperasi, Lampu LED 70 persen, dan konsumsi listrik mencapai 2.847 kWh/kapita," jelasnya.
Baca juga: Era Kendaraan Listrik, PLN Targetkan 113 SPKLU Beroperasi Tahun Ini
Sejumlah tahapan pemerintah disiapkan menuju capaian target nol emisi.
"Kami telah menyiapkan peta jalan transisi menuju energi netral mulai tahun 2021 sampai 2060 dengan beberapa strategi kunci," jelas Arifin.
Pada tahun 2021, pemerintah mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden terkait EBT dan retirement coal.
"Tidak ada tambahan PLTU baru kecuali yang sudah berkontrak maupun sudah dalam tahap konstruksi," tuturnya.
Di tahun 2022 akan adan Undang-Undang EBT dan penggunaan kompor listrik untuk 2 juta rumah tangga per tahun.
Baca juga: Gaikindo Ungkap Tantangan Peralihan Penggunaan Kendaran Bahan Bakar Minyak ke Listrik
Selanjutnya, pembangunan interkoneksi, jaringan listrik pintar (smart grid) dan smart meter akan hadir di tahun 2024 dan bauran EBT mencapai 23 persen yang didominasi PLTS di tahun 2025.
Pada 2027, pemerintah akan memberhentikan stop impor LNG dan 42 peresn EBT didominasi dari PLTS di 2030.
Kemudian jaringan gas menyentuh 10 juta rumah tangga, kendaraan listrik sebanyak 2 juta (mobil) dan 13 juta (motor), penyaluran BBG 300 ribu, pemanfaatan Dymethil Ether dengan penggunaan listrik sebesar 1.548 kWh/kapita.
"Semua PLTU tahap pertama subcritical akan mengalami pensiun dini di tahun 2031 dan sudah adanya interkoneksi antar pulau mulai COD di tahun 2035 dengan konsumsi listrik sebesar 2.085 kWh/kapita dan bauran EBT mencapai 57 persen dengan didominasi PLTS, Hydro dan Panas Bumi," imbuhnya.
Pada tahun 2045, pemerintah mewacanakan akan ada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama dengan kapasitas 35 GW.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.