Panel Tenaga Surya Jadi Kunci Pembangunan Stasiun Pengisian Baterai Kendaraan Listrik di Indonesia
Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh mewujudkan Indonesia yang mengedepankan penyelenggaraan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Penulis: Lita Febriani
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh mewujudkan Indonesia yang mengedepankan penyelenggaraan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Sebagai bagian dari Rencana Strategis Energi Nasional menuju bauran energi baru dan terbarukan sebanyak 23 persen di tahun 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya untuk mendorong pemanfaatan panel tenaga surya di berbagai fasilitas publik.
Ini langkah konkret yang dilakukan pemerintah dalam upaya transisi energi menuju energi terbarukan.
Baca juga: Ekspor Batubara Dibuka, PLN Klaim Kondisi Pasokan Listrik Cukup Layani Pelanggan
Peneliti, Spesialis Teknologi Energi dan Kendaraan Listrik, Institute for Essential Services Reform (IESR) Idoan Marciano, mengatakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (atau PLTS) memang sumber energi terbarukan yang paling potensial untuk dimanfaatkan di Indonesia.
Pertama, karena sumber energi terbarukan ini memiliki potensi teknis terbesar di Indonesia.
Kedua, karena sangat scalable, sehingga memungkinkan untuk digunakan dari skala terkecil hingga besar.
"PLTS bisa diadopsi untuk skala residensial maupun bisnis dan industri. Ketiga, PLTS ini juga lebih padat energi dibanding sumber EBT lain, sehingga pemanfaatannya tidak membutuhkan lahan yang terlalu besar, dan penempatannya pun fleksibel," ungkap Idoan, Selasa (11/1/2022).
Ada banyak implementasi panel listrik tenaga surya yang sudah dikembangkan, mulai dari sumber listrik untuk green building sampai dengan sumber energi untuk penerangan lalu lintas, fasilitas pendukung transportasi listrik dan fasilitas publik lainnya.
Baca juga: Holding Baterai Nasional Gagal Akuisisi Produsen Kendaraan Listrik Berbasis di Jerman
Sejauh ini, teknologi tenaga surya yang digunakan untuk penyelenggaraan transportasi publik yang berbasis listrik baru dilakukan China di Shenzhen. Khususnya untuk transportasi dalam kota.
Tantangan terbesar dalam penyelenggaraan transportasi publik menggunakan tenaga surya adalah keterbatasan durasi operasional kendaraan.
Tapi sebenarnya, tantangan ini bisa diatasi jika ketersediaan stasiun pengisian baterai kendaraan listrik menggunakan tenaga surya bisa diperluas.
Rencananya, pemerintah akan membangun 900 ribu stasiun pengisian baterai dan 6.000 fast charging station untuk kendaraan listrik sampai dengan 2035.
"Ini yang menjadi perhatian utama kami agar upaya menggunakan kendaraan listrik jangan sampai malah mendorong peningkatan emisi karbon. Maksudnya, untuk sektor transportasi, listriknya sebisa mungkin dihasilkan dari energi terbarukan. Karena selama ini, listriknya masih mayoritas dari batu bara. Selain itu, kendaraan yang tidak bisa beralih ke kendaraan listrik bisa menggunakan bahan bakar alternatif seperti clean fuels," tutur Idoan.
Charging station kendaraan listrik yang bersumber dari PLTS menjadi kunci implementasi kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan.
Peneliti International Council on Clean Transportation (ICCT) Tenny Kristiana, menyampaikan secara global, pemahaman akan pentingnya sumber energi yang terbarukan untuk kendaraan listrik sudah tinggi.
"Bahkan produsen kendaraan listrik dunia seperti Tesla dan Hyundai juga aktif mengedepankan pemanfaatan PLTS untuk produknya. Seperti misalnya dengan menjual paket kendaraan listrik dan PLTS untuk perangkat charging-nya. Ini menunjukkan pihak swasta juga bisa terlibat dalam mengedepankan pemanfaatan PLTS untuk charging kendaraan listrik," terang Tenny.