Era Kendaraan Listrik Bisa Geser Dominasi Produsen Mobil Jepang di Indonesia
Insentif pembelian mobil maupun motor listrik telah disiapkan dengan rentang mulai dari Rp 7 juta - Rp 80 juta.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia tidak main-main untuk mewujudkan rencana peralihan kendaraan konvensional ke listrik.
Insentif pembelian mobil maupun motor listrik baru tengah disiapkan dengan rentang mulai dari Rp 7 juta - Rp 80 juta.
Namun, insentif tersebut menekankan aturan bahwa produk yang akan mendapatkan subsidi merupakan buatan dalam negeri.
Baca juga: Esemka Kembali Jadi Pembicaraan, Dikabarkan Akan Pamer Mobil Listrik Berjenis SUV di Ajang IIMS 2023
Analis Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis Putra Adhiguna, mengatakan di dunia saat ini pasar terbesar dan produsen dominan kendaraan listrik ialah China.
"Itu belum terlihat saat ini di Indonesia. Tetapi kalau dilihat dari tren yang bergerak sekarang di Indonesia hanya ada dua perusahaan yang bergerak, China bisa lebih besar dengan Wuling dan Korea Selatan dengan Hyundai," tutur Putra kepada Tribunnews saat di acara Peluncuran Laporan IEEFA: Menelisik Dinamika Industri Otomotif dan Kebijakan Kendaraan Listrik di Jakarta Pusat, Senin (6/2/2023).
Dalam diskusi tersebut, Putra menyoroti langkah automaker dari Jepang yang masih belum mengambil langkah menuju ke era elektrifikasi seperti Battery Electric Vehicle (BEV) yang masif.
Produsen otomotif dari Jepang dinilai terlalu lama merealisasikan BEV. Mereka saat ini dirasa masih saja berkutat pada hybrid.
Ia menyebut, definisi EV saat ini sudah tidak relevan jika masih memasukkan hybrid ke dalamnya. Sebab teknologi ini termasuk sudah cukup lama dan yang perlu digarisbawahi ialah hybrid masih menggunakan bahan bakar minyak untuk menggerakkan kendaraan.
"Itulah harapan dari pembahasan kita kali ini untuk mengarahkan pembicaraan ini kepada rekan-rekan otomotif dari Jepang. Karena kalau mereka tidak bergerak dan pemerintah bergerak ke arah nikel, energi, industri dan EV, ke depannya sangat mungkin pasar EV Jepang akan tergeser di Indonesia," jelas Putra.
Di dalam periode transisi era elektrifikasi ini, Putra menyampaikan seluruh produsen otomotif harus bersama-sama berjalan ke arah tersebut.
"Baik pemain otomotif dari Jepang dan China biar level kompetisinya cepat bergerak. Karena kalau tidak kemungkinan China akan mendominasi. Dengan adanya DFSK yang juga mulai produksi kendaraan listrik, dominasi China akan semakin kuat. Oleh karenanya, kalau tidak bergerak pasti akan tertinggal," jelasnya.