Toyota dan UGM Bahas Potensi Hidrogen dalam Seminar Nasional di Yogyakarta
Berbagai pihak berupaya dengan banyak cara, termasuk menyediakan teknologi kendaraan paling ramah lingkungan untuk mendukung mobilitas masyarakat.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM - Mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060, berbagai pihak berupaya dengan banyak cara, termasuk menyediakan teknologi kendaraan paling ramah lingkungan untuk mendukung mobilitas masyarakat.
Dengan mengandalkan Energi Baru Terbarukan (EBT), hidrogen menjadi bahan paling berpotensi untuk dikembangkan lebih jauh.
Hidrogen hijau menjadi potensi baru sumber energi bersih yang hanya mengeluarkan uap air dan tidak meninggalkan residu di udara atau menambah emisi karbon gas rumah kaca dan karenanya sangat mendukung pencapain target dekarbonisasi.
Potensi EBT hidrogen yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) tersebar terutama di Kalimantan Utara, Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara dan Papua.
Baca juga: Di Forum Bisnis Indonesia- Jepang, Wagub Aichi Dorong Industri Otomotif Jepang Ekspansi ke RI
Pemerintah mengklaim Indonesia memiliki potensi memproduksi listrik dari EBT dengan kapasitas 3.000 gigawatt (GW) dan potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 12,5 GW saat ini.
Ini membuat pemerintah optimis dapat menambah produksi listrik dari sumber EBT hingga mencapai 21 GW sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030.
Menyadari masa depan hidrogen terutama di sektor industri transportasi yang bisa berkontribusi bagi terkejarnya target netralitas karbon Pemerintah di tahun 2060, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menggelar seminar nasional di Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta.
Semnas kali ini mengusung tema "Percepatan pengembangan ekosistem hidrogen di sektor industri dan transportasi menuju Net Zero Emission (NZE) 2060 di Indonesia".
Tema ini selaras dengan potensi permintaan hidrogen khususnya di sektor transportasi yang semakin agresif.
Presiden Direktur TMMIN Nandi Julyanto, menyampaikan Toyota mendorong multiple solution dengan menyediakan berbagai kendaraan yang mampu membantu mengurangi emisi, mulai dari kendaraan konvensional yang bisa menggunakan bahan bakar bio etanol, hybrid, plug in electric vehicle, battery electric vehicle hingga fuel cell.
"Ragam teknologi elektrifikasi ini akan melengkapi satu sama lain, karena implementasinya sesuai dengan faktor pendukung, seperti kesiapan infrastruktur, energi mix, serta preferensi konsumen di suatu wilayah. Pendekatan ini diharapkan semua kalangan dapat berkontribusi terhadap penurunan emisi yang sejalan dengan prinsip kami yaitu no one left behind," tutur Nandi saat membuka Semnas, Rabu (8/11/2023).
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran Universitas Gadjah Mada Wening Udasworo, menerangkan potensi dekarbonisasi akan paling baik jika menggunakan hidrogen rendah karbon seperti blue hydrogen atau green hydrogen.
"Hidrogen yang bersumber dari gas hidrogen namun dirangkai dengan carbon capture yang dikenal dengan blue hydrogen," ungkap Wening.
Wening menambahkan, seminar nasional kali ini diharapkan mampu menyatukan langkah berbagai pihak untuk mencapai NZE.
"Dari seminar ini diharapkan stakeholder, pemerintah, akademisi dan industri dapat berbagi informasi, berkolaborasi, serta menyatukan langkah dan suara untuk sebuah kebijakan komprehensif. Saya kira bukan hanya kebijakan komprehensif, tetapi juga praktikal yang harus kita lakukan implementatif dalam masyarakat," jelasnya.
Untuk berperan aktif dalam mencapai target NZE pemerintah, Toyota telah melakukan kontrol emisi bukan hanya dari pembuatan kendaraan.
"Untuk dapat berperan aktif dalam pengurangan emisi, kami tidak hanya mengelola di hilirnya atau produk mobilnya saja, tetapi kami juga memulai dari proses produksi pembuatan mobil di fasilitas manufaktur kami, serta rantai pasok kami, seperti penggunaan bahan bakar bio memanfaatkan energi baru terbarukan, serta teknologi rendah emisi," ucap Nandi.