Hasil Studi: 42 Persen Masyarakat Alami Kekerasan Berbasis Gender Selama Pandemi
Hasil itu berdasarkan studi yang dilakukan United Nations Development Programme
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Reynas Abdila/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sedikitnya 42 persen masyarakat yang disurvei telah melaporkan mengalami beberapa bentuk kekerasan berbasis gender/gender based violence (GBV) selama pandemi Covid-19.
Hal itu berdasarkan studi yang dilakukan United Nations Development Programme (UNDP) dan Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab South East Asia (J-PAL SEA).
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati menuturkan meskipun banyak kemajuan yang telah dicapai menuju kesetaraan gender, faktanya hasil studi menunjukkan masih banyak yang harus dilakukan.
Baca juga: Perkecil Kesenjangan Gender, Kominfo Bekali Perempuan Indonesia Kemampuan Digital
"Bekerja sama dengan UNDP dan komunitas internasional, saya harap kita dapat mengembangkan kebijakan dan praktik yang memberdayakan perempuan dan mengatasi penyebab kekerasan berbasis gender dan berupaya mengakhirinya,” kata Bintang dalam kata sambutannya di webinar yang digelar Katadata, Rabu (10/3/2021).
Resident Representative UNDP Indonesia Norimasa Shimomura menuturkan pandemi telah menghambat penyediaan layanan bagi para korban GBV.
Dia menyampaikan UNDP, pemerintah, dan para mitra telah berupaya untuk memastikan kelangsungan penyediaan layanan yang aman bagi para korban GBV.
Baca juga: Mendikbud Nadiem: Perjuangan Menuju Kesetaraan Gender Masih Panjang
"Tetapi respon yang paling efektif terhadap GBV adalah pencegahan. Dan pencegahan adalah fungsi pemberdayaan perempuan. Itulah mengapa kita harus memberdayakan perempuan baik di dalam rumah tangga, dan di tempat kerja, formal maupun informal serta memastikan kontribusi mereka kepada masyarakat,” kata Norimasa.
Studi tersebut dilakukan secara online dan melalui wawancara telepon dari Oktober hingga November 2020, kepada lebih dari 1.000 responden di delapan kota.
Sekitar 46,5 persen responden adalah perempuan. Responden berasal dari provinsi Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan.
Sementara delapan persen perempuan kehilangan pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, persentase laki-laki yang menganggur lebih tinggi, yaitu 15,2 persen.
Sebanyak 53 persen dari responden ini kehilangan pekerjaan karena tekanan ekonomi akibat pandemi.
Perubahan ini juga mempengaruhi kesehatan mental dan menyebabkan konflik keluarga karena terlalu lama dekat satu sama lain selain tekanan pengangguran dan stres.