Direktur PCI: Jokowi Berbahaya Bagi Demokratisasi Indonesia
Jokowi dikhawatirkan bisa berimbas negatif terhadap "proyek demokratisasi" di Indonesia.
Penulis: Bahri Kurniawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Bahri Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Joko "Jokowi" Widodo yang di jaman kiwari dinilai sebagai satu-satunya calon presiden populis, dikhawatirkan bisa berimbas negatif terhadap "proyek demokratisasi" di Indonesia.
Direktur Political Communication Institute Heri Budianto menilai, kondisi itu berbahaya karena bisa menumbuh kembangkan politik kultus individu terhadap kader PDI Perjuangan tersebut.
Karenanya, ia menilai perlu dimunculkan sosok calon presiden (capres) alternatif sebagai lawan tanding Jokowi.
"Kita berpikir keras harus ada wacana (lawan tanding Jokowi). Ini arahnya Jokowi leading sendiri, seolah-olah tidak ada lawan tanding. Bisa bahaya, bisa buat manusia setengah dewa," ujar Heri dalam diskusi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Minggu (12/1/2014).
Ia menuturkan, meroket naiknya nama Jokowi menjelang 2014 ini mengingatkan pada momen munculnya nama Susilo Bambang Yudhoyono pada medio tahun 2003 silam.
"Itu seperti SBY menjelang Pemilu 2004, meski beda gaya komunikasinya. Dulu terkesan dizalimi penguasa. Sekarang, Jokowi juga dicitrakan simpati kepada rakyat," tuturnya.
Menurutnya, fenomena semacam SBY pada 2004 dan Jokowi kekinian adalah popculture dalam dunia politik.
Karena menjadi popculture, kata dia, permasalahannya adalah popularitas Jokowi sebagai tokoh populis berpotensi surut dan hilang secara cepat.
"Fenomena seperti ini akan cepat naik, tapi juga cepat hilang. Saya berharap, akan muncul pesaing Jokowi. Terus terang, (tokoh) yang muncul sekarang ini tidak ada yang bisa melawan," tandasnya.