Manajerial KPU Harus Dibenahi
Perhatian khusus KPU lainnya adalah memastikan ketersediaan dan validitas logistik di hari pemungutan suara dalam pilpres
Penulis: Y Gustaman
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta mengoreksi diri atas sejumlah masalah yang ditemukan sepanjang proses pemungutan dan penghitungan suara dalam Pemilu Legislatif 9 April 2014. Hal tersebut agar tak terulang di Pemilu Presiden nanti.
"Orang meninggal yang masih mendapat undangan, pemilih mendapat undangan lebih dari satu harus menjadi perhatian khusus KPU ke depan, menjelang pelaksanaan pemilu presiden," ungkap Koordinator Nasional JPPR, M Afifuddin di Bawaslu, Jakarta, Minggu (13/4/2014).
Perhatian khusus KPU lainnya adalah memastikan ketersediaan dan validitas logistik di hari pemungutan suara dalam pemilu presiden nanti. Banyaknya logistik pemilu seperti surat suara tertukar, harus membuat KPU menata ulang manajemen logistik.
"Mekanisme reward and punishment harus diberlakukan KPU terhadap para pihak yang dengan sengaja atau tidak, lalai dalam proses distribusi logistik. Kapasitas penyelenggara di tingkat bawah juga harus ditingkatkan karena mereka minim pengetahuan," imbuhnya.
Afifuddin mencontohkan, masalah pemilih sudah meninggal, ganda ditemukan di sejumlah TPS. Data pemilih ganda terjadi di TPS 8 dan 10 Demangan, Gondokusuman, Yogyakarta, TPS 49 dan 50 Tanah Baru, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, TPS 15 Cipayung, Pamulang, Tangerang Selatan.
Sementara data pemilih sudah meninggal ada di TPS 03, Duren Sawit, Jakarta Timur. Dan pemilih yang sudah pindah ada di TPS 07, Sorobayan, Galur, Kulonprogo, Yogyakarta.
Sementara untuk logistik, JPPR menemukan dari 1005 TPS yang dipantau 2011 relawan di 25 provinsi, sebanyak 245 TPS mengalami masalah logistik seperti kekurangan surat suara, surat suara tertukar, tak tersedia alat bantu tuna netra, tinta kurang, alat bantu coblos tidak ada, sampai tidak adanya formulir rekapitulasi.
Adapun ketidakpahaman petugas KPPS terjadi di 399 TPS. Mereka kesulitan melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara. Sementara 606 TPS, petugasnya tidak mengalami kesulitan sama sekali.
Kesulitan petugas KPPS ini terlihat dalam penerapan dan pelaksanaan pemungutan suara yang akses dan pelaksanaan peraturan pemungutan dan penghitungan suaranya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan KPU No 26 tahun 2013.
Afifuddin mencontohkan, salah satu kurangnya pemahaman petugas KPPS adalah ketika menghitung partai dan calon anggota legislatifnya dengan dua suara. Ada juga anggota KPPS tidak menandatangani formulir pendampingan (C3) ketika seorang pendamping membantu pemilih tuna netra memberikan hak pilihnya di bilik suara.
"Bahkan, ada petugas KPPS di Jakarta, yang hanya memberi surat suara DPD untuk pemilih tuna netra karena memang disediakan template huruf braille. Sementara surat suara DPR dan DPRD Provinsi tidak diberikan. Ketidakpahaman KPPS membuat pelaksanaan pemilu amburadul," ungkapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.